
Alun-alun Utara merupakan kawasan yang berada paling depan wilayah Keraton Surakarta. Area Alun-alun utara utara ini bisa dibilang cukup luas, bisa dibilang sebagai halaman depan keraton. Dari arah utara kawasan ini dimulai dari pintu gerbang Gapura Gladak menuju ke selatan hingga batas pintu gerbang Kori Mijil Sitihinggil. (Baca juga : Sitihinggil Keraton, Cerminan Derajat Hidup Tertinggi Manusia)
Di kompleks ini terdapat banyak artefak bersejarah yang masih dilestarikan hingga kini, mulai dari arsitektur, tumbuhan, maupun area khusus seperti tanah lapang di alun-alun. Artefak yang berupa arsitektur di Alun-alun utara ini terdiri dari bangunan gapura (Kori) dan bangunan rumah dan masjid.
Beberapa situs budaya di Alun-alun Utara yang saat ini telah dijadikan sebagai benda cagar budaya diantaranya adalah :
Kori Gladag/Gladak

Kori Gladag jika dilihat secara fisik merupakan gapura pintu masuk wilayah Keraton Surakarta. Dibangun pertama kali pada tahun 1750 oleh Pakubuwono III dengan nama Pagrogolan yang berarti kandang hewan hasil buruan raja. Gapura Gladag dibangun kembali oleh Pakubuwono XI pada tahun 1913 M dengan tampilan yang lebih megah tanpa meninggalkan identitas gapura lama.
Nama gladag sendiri diambil dari kata glodhag-gledheg, suara gerobak pengangkut hewan bururan raja yang dibawa ke tempat penyembelihan. Ada juga yang berpendapat Gladag berasal dari kata digladag (diburu/dibawa paksa), dimana hewan yang akan disembelih digiring menuju tempat penyembelihan. Kori Gladag secara harfiah berasal dari kata Kori yang berarti lawang (pintu) dan gladag berarti toembak tjendak dianggo mbeboeroe (tombak pendek untuk berburu). (Poerwadarminta, 1939:150).
Kori Pamurakan

Kori Pamurakan adalah dua pasang gapura yang terletak disebelah selatan kori gladhag. Pamurakan berasal dari kata purak yang berarti disembelih, tempat ini adalah tempat untuk menyembelih hewan buruan raja, oleh karenanya di tempat ini juga ditanam pohon beringin sebagai peneduh.
Bale Pewatangan dan Bale Pekapalan
Bale Pewatangan dan Bale Pekapalan berada di sebelah utara alun-alun, tempat ini dulu digunakan oleh prajurit dan kudanya untuk beristiahat setelah berlatih. Sekarang bangunan ini masih ada dan disekelilingnya dipergunakan sebagai pasar cinderamata.
Arti Bale Pewatangan sendiri berasal dari kata Bale yang berarti rumah dan Pewatangan dari kata watang yang berarti tombak. Sedangkan Bale Pekapalan berasal dari kata bale (rumah) dan kapal yang berarti kuda.
Kori Bathangan

Kori Bathangan adalah pintu gapura yang terletak di sudut timur laut alun-alun utara Keraton Surakarta, tepatnya yang berada di jalur jalan keluar menuju sangkrah atau pasar kliwon.
Kata Bathangan berasal dari kata bathang yang berarti bangkai, dimana pada jaman dahulu di sekitaran gapura ini menjadi tempat pemakaman Kyai Bathang (R. Pabelan). Selain itu versi lain menyebutkan bahwa di tempat ini juga menjadi jalan utama abdi dalem dalam membagikan daging yang telah dicincang hasil buruan raja kepada rakyatnya.
Alun-alun Utara

Alun-alun merupakan lapangan luas tepat di depan kompleks Sasana Sumewa. Tempat ini hingga kini masih digunakan sebagai tempat untuk berbagai kegiatan seni budaya. Selain itu kawasan ini juga dijadikan sebagai tempat latihan perang, arena lomba, dan sebagai sarana bertemunya raja dengan rakyatnya.
Di bagian tengah tengah alun-alun ditanam dua batang pohon beringin (Ficus benjamina; Famili Moraceae) yang dulunya dibawa dari keraton Kartasura. Pohon ini disebut sebagai Waringin Sengkeran atau yang lebih dikenal dengan ringin kurung, dan diberi nama Dewadaru (keluhuran) dan Jayadaru (Kemenangan).
Kori Slompretan

Kori Slompretan terletak di bagian sisi barat daya alun-alun utara Keraton Surakarta, tepatnya berada di depan Pasar Klewer, oleh karena itu pasar ini dulu bernama Pasar Slompretan.
Slompretan sendiri berasal dari kata slompret yang berarti terompet. Di tempat ini dahulu para petugas membunyikan terompet sebagai tanda raja hendak keluar atau masuk keraton.
Mesjid Ageng Karaton Surakarta Hadiningrat

Mesjid Ageng (Masjid Raya) Surakarta terletak tepat di sebelah barat alun-alun Keraton Surakarta. Bangunan ini didirikan oleh Susuhunan Pakubuwono III pada tahun 1750-1768. Menempati lahan seluas 19.180 meter persegi, kawasan masjid dipisahkan dari lingkungan sekitar dengan tembok pagar keliling setinggi 3,25 meter.
Sasana Sumewa

Disebalah sisi selatan Alun-alun utara terdapat pendapa besar sebagai area pagelaran yang bernama Sasana Sumewa. Di dalam Sasana Sumewa ini terdapat rumah kecil berupa bangsal Pangrawit. Sasana Sumewa pada jaman dulu difungsikan sebagai tempat menghadap raja dan penyelenggaraan upacara tertentu. Di depan bangunan Sasana Sumewa terdapat menara peringatan PB X, bangunan terbuka sebagai ruang tunggu, serta meriam berukuran besar peninggalan Sultan Agung. (Baca juga : Sasana Sumewa, Kompleks Pagelaran Keraton Surakarta)
SUmber foto : Solopos.com & Wikipedia.org
Dulu, saat masih di solo saya sering juga ke sini Sob. Terutama saat jalan-jalan ke Beteng Plasa. He he he…
Tapi entahlah… Walaupun beberapa tahun tinggal di solo, rasa-rasanya saya masih bingung dalam menentukan arah utara – selatan – barat – dan timur.
Bahkan ketika tahun lalu saya ke sana malah jadi makin bingung karena ternyata sudah banyak sekali ada perubahan.
Sekarang pasti makin bingung kalau berkunjung ke Solo, sob. Wajah kota sangat dinamis, terus berubah. hehe..
Matur nuwun sudah berkunjung 🙂
Iya… Terakhir ke solo yang kemarin itu saya malah sempat hampir kesasar loh.
Ceritanya saya kan ingin ke Jebres (tapi lewat Sukoharjo). Eh, gak tahunya salah jalur trus akhirnya malah sampai di sekitar bandara, kemudian muter-muter gak jelas gitu hingga sampai di Tirtonadi.
Nah, untung saja di situ saya mulai ingat jalurnya Sob. Sehingga saya pun akhirnya bisa sampai ke tempat yang saya tuju.
He he heee, btw komentar saya kok malah jadi kayak curhat gini yaa…. Maaf.