11 Tembang Macapat, Tembang Jawa Kaya Makna

Tembang Macapat adalah salah satu kelompok tembang yang sampai saat ini masih diuri-uri (dilestarikan) oleh orang Jawa.

Ada 11 (sebelas) tembang macapat, masing-masing memiliki karakter dan ciri yang berbeda, memiliki wataknya sendiri, dan memiliki aturan-aturan penulisan khusus dalam membuatnya.

Aturan khusus tersebut biasa disebut sebagai wewaton (guru/patokan).

Dalam macapat terdapat 3 guru yakni guru gatra (banyaknya jumlah baris dalam satu bait), guru wilangan (banyaknya suku kata dalam setiap baris) dan guru lagu (jatuhnya suara vokal dalam setiap baris/dhong-dhing).

Asal-usul macapat sendiri sampai saat ini masih dalam perdebatan.

Masyarakat jawa tengah pada umumnya mengetahui macapat ada sejak masa-masa akhir kerajaan Majapahit dan mulai masuknya Islam di tanah jawa.

Pada jaman Walisongo tembang macapat banyak digunakan sebagai media dakwah dalam penyebaran agama Islam di tanah Jawa.

Di beberapa sumber menyebutkan bahwa macapat sudah ada sebelum kedatangan Islam, khususnya di Jawa Timur dan Bali.

Menurut pakar budaya jawa Poerbatjaraka dan Zoetmulder (Belanda), macapat sebagai puisi asli Jawa lebih tua usianya daripada kakawin.

Di Jawa Tengah, khususnya Solo tembang-tembang macapat banyak digunakan dalam serat-serat dan kasusastran (karya sastra) jawa.

Serat-serat tersebut berisi tentang berbagai ajaran budi pekerti, dongeng, cerita wayang, permainan, bahkan berisi doa dan mantra.

Kata-kata yang banyak digunakan dalam tembang macapat sebagian besar merupakan bahasa jawa anyar (jawa baru) yang disisipi dengan bahasa jawa kuna.

Arti Kata Tembang Macapat

Banyak tafsir terhadap asal-muasal kata macapat. Ada yang berpendapat berasal dari kata ”mocone papat papat” (membacanya empat empat).

Ada yang menafsirkan dari kata Maca Asipat (Membaca sifat manusia), dan ada juga yang berpendapat Janmo Koco Asifat (cerminan sifat manusia).

Selain perbedaan tafsir dalam kata “macapat”, perbedaan tafsir juga terdapat dalam beberapa jenis tembang yang ada dalam macapat. Perbedaan tafsir ini secara otomatis akan berpengaruh pada urutan macapat.

Misalanya tentang tembang Maskumambang, ada yang menafsirkan janin dalam rahim, namun ada juga yang menafsirkan seorang anak setelah lahir.

Meski terdapat banyak perbedaan tafsir macapat, namun pada aturan-aturan baku tetap sama. Guru gatra, guru wilangan dan guru lagu semua tetap menggunakan patokan yang sama.

Tembang macapat diyakini sebagian besar orang jawa sebagai kelompok tembang yang memiliki makna proses hidup manusia, proses dimana Tuhan memberikan ruh-Nya, hingga manusia tersebut kembali kepada-Nya.

Sifat-sifat manusia sejak lahir hingga kematiannya digambarkan dengan runtut dalam sebelas tembang macapat.

Sebelas tembang macapat :

1. Macapat Maskumambang

Maskumambang menjadi pratanda dimulainya kehidupan manusia di dunia, tembang macapat ini memberi gambaran tentang janin dalam kandungan ibu ketika sedang hamil.

Arti kata Maskumambang sendiri banyak yang memaknai sebagai emas yang terapung (emas kumambang), juga sering disebut sebagai maskentir (emas yang terhanyut).

Artikel terkait : Macapat Maskumambang, Cerita Dimulainya Kehidupan

2. Macapat Mijil

Awal hadirnya manusia di dunia ini digambarkan dalam tembang Mijil yang berarti seorang anak terlahir dari gua garba Ibu. Kata lain dari mijil dalam bahasa jawa adalah wijil, wiyos, raras, medal, sulastri yang berarti keluar.

Artikel terkait : : Macapat Mijil, Gambaran Manusia Lahir di Dunia

3. Macapat Kinanthi

Kinanthi banyak diyakini berasal dari kata dikanthi-kanthi (diarahkan, dibimbing, atau didampingi)

Artikel terkait: Macapat Kinanthi, Mengenal Tuntunan Hidup

4. Macapat Sinom

Dalam bahasa jawa Sinom bisanya digunakan untuk menyebut daun asam yang masih muda, beberapa kalangan mengartikan Sinom sebagai si enom, isih enom (masih muda).

Artikel terkait :

5. Macapat Asmaradana

Macapat Asmaradana merupakan salah satu tembang yang banyak menggambarkan gejolak asmara yang dialami manusia.

Sesuai dengan arti kata, Asmaradana memiliki makna asmara dan dahana yang berarti api asmara.

Baca Selengkapnya : Macapat Asmaradana, Kekuatan Api Cinta

6. Macapat Gambuh

Jika merujuk dari Bausastra Jawa, Gambuh berarti kulina (sudah terbiasa), wis lantih (sudah terlatih), namun ada juga yang memaknai Gambuh sebagai sebuah kecocokan (dari kata “jumbuh”).

Artikel terkait:

7. Macapat Dhandanggula

Dhandhanggula berasal dari kata dhandhang yang berarti burung gagak yang melambangkan duka, dan dari kata gula yang terasa manis sebagai lambang suka.

Kebahagiaan dapat dicapai setelah sebuah pasangan dapat melampaui proses suka-duka dalam berumah tangga.

Baca Selengkapnya : Macapat Dandanggula, Memaknai Kemapanan Hidup

8. Macapat Durma

Sifat-sifat buruk digambarkan tembang macapat Durma.

Durma bagi beberapa kalangan diartikan sebagai munduring tata krama (mundurnya etika), namun ada juga yang berpendapat berasal dari kata Derma yang berarti suka berbagi rejeki pada orang lain.

Baca selengkapnya : Membaca Gejolak Emosi Lewat Macapat Durma

9. Macapat Pangkur

Pangkur yang juga berarti mungkur (mundur/mengundurkan diri), memberi gambaran bahwa manusia mempunyai fase dimana ia akan mulai mundur dari kehidupan ragawi dan menuju kehidupan jiwa atau spiritualnya.

Artikel terkait :

10. Macapat Megatruh

Megatruh merupakan salah satu tembang macapat yang menggambarkan tentang kondisi maunisa di saat sakaratul maut.

Kata megatruh sendiri dipercaya berasal dari kata megat/pegat (berpisah) dan ruh, yang artinya berpisahnya antara jiwa dan raga.

Baca selengkapnya : Megatruh, Proses Manusia Kembali ke Asalnya

11. Macapat Pucung

Badan wadag yang telah ditinggalkan oleh ruhnya biasanya akan dirawat dan disucikan sebelum ia dikembalikan dari asalnya yaitu rahim ibu pertiwi (tanah).

Jasad akan dimandikan dan dibungkus dengan kain mori putih sebagai lambang kesucian.

Artikel terkait :



3 Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*