Contoh Tembang Macapat Pangkur dan Artinya

Tembang macapat pangkur banyak digunakan pada tembang-tembang yang bernuansa Pitutur (nasihat), pertemanan, dan cinta. Baik rasa cinta kepada anak, pendamping hidup, Tuhan dan alam semesta.

Banyak yang memaknai tembang macapat pangkur sebagai salah satu tembang yang berbicara tentang seseorang yang telah menginjak usia senja, dimana orang tersebut mulai mungkur atau mengundurkan diri dari hal-hal keduniawian.

Oleh karena itu sangat banyak tembang-tembang macapat pangkur yang berisi nasihat-nasihat pada generasi muda.

Tembang macapat Pangkur bagi orang jawa sering dimaknai sebagai proses mengurangi hawa nafsu dan mungkur dari urusan duniawi.

Dalam tahap ini, manusia sudah memasuki usia senja dimana sesorang akan “berkaca” tentang dirinya.

Di usia ini akan banyak melakukan kilas balik tentang masa lalunya, tentang pribadi dan Tuhannya dan lain sebagainya.

Pangkur yang juga berarti mungkur (mundur/mengundurkan diri), memberi gambaran bahwa manusia mempunyai fase dimana ia akan mulai mundur dari kehidupan ragawi dan menuju kehidupan jiwa atau spiritualnya.

Tembang macapat Pangkur banyak digunakan pada tembang-tembang yang bernuansa Pitutur (nasihat), pertemanan, dan sayang.

Dalam tembang ini memiliki watak kegembiraan dan pengendalia hawa nafsu. Meski demikian tembang ini juga sering digunakan dalam tembang-tembang asmara.

Ciri-Ciri tembang Pangkur:

  1. Memiliki Guru Gatra : 8 baris setiap bait
  2. Memiliki Guru Wilangan : 8, 11, 8, 7, 12, 8, 8 (artinya baris pertama terdiri dari 7 suku kata, baris kedua berisi 8 suku kata, dan seterusnya…)
  3. Memiliki Guru Lagu : a, i, u, a, u, a, i (artinya baris pertama berakhir dengan vokal a, baris kedua berakhir vokal i, dst..)

Baca Juga : 11 Jenis Tembang Macapat, Contoh Lirik dan Artinya

PANGKUR DHADHAP KASMARAN

Salah satu contoh tembang macapat pangkur yang populer di masyarakat adalah karya KGPAA Mangkunegoro IV yang tertuang dalam Serat Wedatama, pupuh I, yakni :

Mingkar-mingkuring ukara
(Membolak-balikkan kata)
Akarana karenan mardi siwi
(Karena hendak mendidik anak)
Sinawung resmining kidung
(Tersirat dalam indahnya tembang)
Sinuba sinukarta
(Dihias penuh warna )
Mrih kretarta pakartining ilmu luhung
(Agar menjiwai hakekat ilmu luhur)
Kang tumrap ing tanah Jawa
(Yang ada di tanah Jawa/nusantara)
Agama ageming aji.
(Agama “pakaian” diri)

Dari tembang macapat pangkur diatas dapat ditafsirkan bahwa, perlu memilih dan menggunakan kata-kata yang bijak dalam mendidik anak.

Dari cara bertutur orang tua harus bisa menjadi contoh yang baik, karena dengan kata-kata yang baik tentu akan lebih nyaman untuk didengarkan.

Mendidik bisa melalui tembang yang dirangkai indah agar menarik, sehingga semua nasihat-nasihat tentang ilmu luhur yang ada di tanah jawa dapat dihayati, dan agama bisa menjadi salah satu ajaran dalam kehidupan diri.

Dalam serat Wedhatama pupuh I ini, KGPAA Mangkunegoro IV memberi sebuah gambaran akan pentingnya manusia untuk selalu belajar agar dapat menguasai ilmu luhur.

Yang dimaksut dengan ilmu luhur dalam konteks kekinian tentu cerdas secara intelektual (IQ), cerdas secara emosi dan spiritual (ESQ).

Cerdas secara intelektual berarti dia pandai dalam menggunakan logika-logika, sedangkan cerdas secara emosi dan spiritual berarti ia mampu mengelola emosi, sikap, mampu membawa diri, dan memiliki kesadaran tinggi atas dirinya dengan lingkungan dan Tuhannya.

Baca juga : Wedhatama, Ajaran Kebaikan dari Mangkunegoro IV

Tembang macapat pangkur di atas hanya merupakan tembang pembuka dalam serat Wedhatama Pupuh I Pangkur.

Dalam bait-bait tembang berikutnya KGPAA Mangkunegoro IV dengan jelas juga memberi gambaran tentang perbedaan orang-orang yang berilmu luhur dengan orang yang kurang ilmu.

Jinejer ing Wedhatama
(Tersaji dalam serat Wedhatama)
Mrih tan kemba kembenganing pambudi
(Agar jangan miskin budi pekerti)
Mangka nadyan tuwa pikun
(Padahal meskipun tua dan pikun)
Yen tan mikani rasa
(bila tak memahami rasa)
Yekti sepi sepa lir sepah asamun
(Tentu sangat kosong dan hambar seperti ampas buangan)
Samasane pakumpulan
(Ketika dalam pergaulan)
Gonyak-ganyuk nglelingsemi.
(Terlihat bodoh memalukan)

————————

Nggugu karsane priyangga,
(Menuruti kemauan sendiri)
Nora nganggo peparah lamun angling,
(Tanpa tujuan jika berbicara)
Lumuh ingaran balilu
(Tak mau dikatakan bodoh)
Uger guru aleman,
(Seolah pandai agar dipuji)
Nanging janma ingkang wus waspadeng semu,
(Namun manusia yang telah mengetahui akan gelagatnya)
Sinamun samudana,
(Malah merendahkan diri)
Sesadoning adu manis.
(Menanggapi semuanya dengan baik)

——————————–

Si pengung nora nglegewa,
(Si bodoh tak menyadari)
Sangsayarda denira cacariwis,
(Semakin menjadi dalam membual)
Ngandhar-andhar angendukur,
(bicaranya ngelantur kesana-kemari)
Kandhane nora kaprah,
(Ucapannya salah kaprah)
Saya elok alangka longkangipun,
(Semakin sombong bicara tanpa jeda)
Si wasis waskitha ngalah,
(Si bijak mengalah)
Ngalingi marang sipingging.
(Menutupi ulah si bodoh)

————————-

Mangkono ilmu kang nyata,
(Begitulah ilmu yang benar)
Sanyatane mung we reseping ati,
(Sejatinya hanya untuk menentramkan hati)
Bungah ingaran cubluk,
(Senang jika dianggap bodoh)
Sukeng tyas yen den ina,
(Bahagia dihati bila dihina)
Nora kaya si punggung anggung gumunggung,
(Tak seperti Si bodoh yang haus pujian)
Ugungan sadina dina,
(Ingin dipuji tiap hari)
Aja mangkono wong urip.
(Jangan seperti itu manusia hidup)

———————-

Uripe sapisan rusak,
(Hidup sekali rusak)
Nora mulur nalare ting saluwir,
(Tidak berkembang akalnya berantakan)
Kadi ta guwa kang sirung,
(Seperti gua gelap yang angker)
Sinerang ing maruta,
(Diterjang angin)
Gumarenggeng anggereng anggung gumrunggung
(Bergemuruh bergema tanpa makna)
Pindha padhane si mudha,
(Seperti itulah anak muda kurang ilmu)
Prandene paksa kumaki.
(Namun sangat angkuh)

25 pemikiran pada “Contoh Tembang Macapat Pangkur dan Artinya”

  1. Sayang sekali untuk tembang Pangkur ini tidak ada vdeonya. Bagaimana mau belajat nembang kalau contohnya tidak ada

  2. Karakter bangsa yang hampir punah digilas globalisasi pengaruh zaman. Ayo semangat lestarikan budaya kita.

  3. harus bangga dengan budayanya sendiri
    bangsa yang besar adalah yang mencintai tanah air dan budaya bangsanya..
    ayooo nguri-uri budaya bangsa dengan mencintai tembang macapat..

  4. Mugi wonten Pengageng utawi saksinteno kemawon priyayi ingkang kerso mandegani lan kagungan greget nguri-uri kabudayan Jawi meniko supados tansah mletik ing satengahipun kabudayan sanes.

Tinggalkan komentar