Kompleks Kamandungan merupakan area keraton terdepan yang berada tepat di sebelah selatan Kompleks Sitihinggil. Area ini bisa dibilang sebagai ikon Keraton Surakarta Hadiningrat yang paling mudah dikenal. Disinilah para pengunjung bisa mengabadikan gambar gapura keraton yang unik dengan paduan visual bangunan Panggung Sangga Buana yang menjulang tinggi di area Sri Manganti.
Sebagian sisi utara tanah lapang halaman Kamandungan ini juga difungsikan sebagai jalan umum menuju arah barat dan menuju timur (ke arah museum keraton) serta menghubungkan area keraton ke jalan Supit Urang yang mengarah ke Alun-alun utara. (Baca juga : Alun-Alun Utara, Pintu Masuk Area Keraton Surakarta)
Untuk bisa masuk ke dalam Kompleks Kamandungan pengunjung harus melewati pintu utama keraton berupa Kori Brajanala atau yang sering disebut dengan Kori Gapit.
Kori Brajanala
Kori Brajanala merupakan gapura masuk utama menuju keraton utama yang dikelilingi dinding beteng Baluwarti (Cepuri) dari arah jalan Supit Urang maupun dari arah Sitihinggil. Cepuri adalah istilah yang digunakan untuk menyebut kompleks utama keraton yang dikelililingi dinding beteng Baluwarti. (Baca juga : Sitihinggil Keraton, Cerminan Derajat Hidup Tertinggi Manusia)
Nama Kori Brajanala sendiri diambil dari kata Kori yang berarti pintu, Braja yang artinya senjata (gegaman) dan Nala yang berarti hati atau perasaan (Purwadarminta, 1939). Jika diterjemahkan secara bebas Kori Brajanala berarti siapapun yang akan melawati pintu gerbang tersebut harus memakai hati, atau juga bisa dimaknai agar berhati-hati.
Pintu gerbang ini dibangun oleh Pakubuwono III pada tahun 1744, memiliki tinggi 7 meter dan lebar 5 meter. Bahan pintu dibuat dari kayu jati kualitas super yang diambil dari hutan Donoloyo Wonogiri. Bangunan atap berbentuk Joglo Semar Tinandhu, dilengkapi 4 pos penjaga (bangsal) sebelah kanan, kiri, depan, dan belakang pintu gapura.
Pada era kepemimpinan Pakubuwono III, Kori Brajanala selalu ditempatkan 8 orang abdi dalem untuk menjaganya. Delapan petugas jaga gapura ini dinamakan abdi dalem Keparak Pecaosan, sedangkan tugas penjagaan sendiri disebut dengan istilah Kemit Bumi.
Bangsal Brajanala
Bangsal Brajanala merupakan pos jaga yang terletak di bagian luar pintu gerbang, tepatnya di sisi samping kanan dan kiri bagian luar Kori Brajanala. Pos jaga yang disebelah kanan disebut bangsal Brajanala Tengen sedangkan yang di sisi samping kiri disebut Bangsal Brajanala Kiwa.
Bangsal Wisamarta
Untuk pos penjaga Kori Brajanala bagian dalam juga terdapat dua bangsal yang terletak di sisi kanan dan kiri. Untuk yang sisi kiri disebut Bangsal Wisamarta Kiwa dan yang bagian kanan disebut Bangsal Wisamarta Tengen. Khusus untuk Bangsal Wisamarta Tengen atau pos jaga di timur gerbang ini dipasang menara lonceng sebagai tanda peringatan.
Nama wisamarta sendiri ada yang berpendapat berasal dari wangsalan ‘wis bisa amarta’ yang berarti sudah bisa mengendalikan diri dari semua persoalan hidup.
Bale Rata
Setelah pengunjung melewati Kori Brajanala, maka akan memasuki wilayah Kamandungan Lor Keraton Surakarta Hadiningrat. Disini pengunjung akan disambut oleh bangunan megah dengan ornament hias motif khas Surakarta yang diberi nama Bangsal Kamandungan. Di bagian depan Bangsal Kamandungan ini terdapat area dengan kontur tanah yang rata dengan pelataran/halaman. Area ini disebut Bale Rata, yakni tempat berhenti kendaraan para tamu penting. Di bagian depan kanan dan kiri Bale Rata ini juga terdapat dua arca kembar.
Bangsal Kamandungan
Bangsal Kamandungan merupakan tempat prajurit Keraton Surakarta Hadiningrat yang bertugas menjaga tempat ini dari para tamu yang akan masuk ke dalam Keraton Surakarta melewati Kori Kamandungan. Petugas jaga ini sering disebut petugas Jajar Mendung dari golongan Keparak .
Di Bangsal Kamandungan memiliki beberapa hiasan yang sarat makna, misalnya saja adanya dua cermin besar yang terletak di sebelah kanan-kiri bangsal yang berguna untuk “bercermin” para tamu sebelum memasuki keraton.
Kori Kamandungan
Kori Kamandungan merupakan pintu utama yang menghubungkan dari kompleks Kamandungan menuju kompleks Sri Manganti. Disini terdapat 3 pintu yang memiliki fungsi berbeda, para Abdi Dalem biasanya hanya boleh melewati pintu sebelah kanan dan kiri, sedangkan pintu bagian tengah, yang berukuran lebih besar hanya dipergunakan oleh orang-orang tertentu dan pada saat acara tertentu.
Keberadaan Kori Kamandungan sendiri sudah ada sejak masa pemerintahan Pakoe Boewono (PB) II. kemudian dibangun kembali oleh PB IV pada tanggal 10 Oktober 1819, kemudian disempurnakan oleh Paku Buwana X pada tahun 1889 M tanpa mengubah bentuk aslinya.
Arti nama Kamandungan sendiri terdapat beberapa versi, ada yang berpendapat berasal dari kata minandung-an yang artinya cadangan. Adapula yang berpendapat dari kata Mandhu yang berarti magang atau calon yang bisa dimaknai sebagai pengingat manusia sebagai pribadi calon orang mati. Namun jika ditilik dari Bausastra Jawa, kata mandung berarti tandhon atau penampungan. (Poerwadarminta, 1939:290).
Gita Swandana
Gita Swandana merupakan bangunan yang digunakan untuk garasi atau tempat menyimpan tunggangan raja seperti kendaraan raja, kereta kuda dan mobil antik. Bangunan ini terletak disebelah barat Kori Kamandungan.
(Baca juga : Menelisik Arsitektur Keraton Surakarta)