Penyanyi campursari Didi Kempot meninggal dunia pada usia 53 tahun di Rumah Sakit (RS) Kasih Ibu, Surakarta, Selasa (5/5/2020) pukul 07.45 WIB. Penyanyi berjuluk The Godfather of Broken Heart diduga terjena serangan jantung. Didi Kempot dimakamkan sore ini di Ngawi, Jawa Timur.
Lahir di Surakarta, 31 Desember 1966, dengan nama Dionisius Prasetyo, Didi tumbuh di tengah keluarga seni. Ayahnya, Ranto Edi Gudel (Mbah Ranto), adalah seorang pelawak dan seniman tradisonal ternama. Ibunya, Umiyati Siti Nurjanah, merupakan seorang penyanyi tradisional di Ngawi, Jawa Timur.
Jika seorang kakaknya, Mamiek Prakosa atau Mamiek Podang (pelawak Srimulat), memilih jalur pelawak, Didi memilih jalur musik. Sejak kecil, dia bermimpi menjadi seorang penyanyi. Almarhum penyanyi Gombloh adalah inspirasinya untuk menekuni musik. Namun, ayahnya menginginkan anak-anaknya belajar gamelan seperti dirinya.
Didi tidak menyerah. Ia bermain musik dengan sembunyi-sembunyi. Saat SMP, saking inginnya mempunyai gitar sendiri, ia nekat menjual sepeda pemberian ayahnya yang akhirnya membuat ayahnya marah besar.
Pengamen Jalanan
Didi memulai perjalanan bermusikya dengan menjadi pengamen jalanan di Kota Surakarta pada 1984. Bersama band-nya, Kelompok Pengamen Trotoar (Kempot), mereka menyusuri jalanan, terminal, dan stasiun untu mengamen. Selain Didi, lima anggota Kempot lain adalah Dani Pelo, Mamat Kuncung, Rian Penthul, Comet, dan Heri Gempil.
Pada 1987, Kempot memutuskan hijrah ke Jakarta. Didi Kempot menyebut kenekatannya ke Jakarta itu atas “hasutan” Yapto Soelistyo Soerjosoemarno, pimpinan Pemuda Pancasila.Setelah tiga tahun mengamen di jalanan ibu kota, Didi Kempot akhirnya masuk dapur rekaman Musica Studio’s pada 1989. Ia mulai membawakan lagu-lagu campursari betema patah hati dengan lirik bahasa Jawa seperti sekarang ini.
Album pertamanya kurang laku. Namun, salah satu lagunya, Cidro, justru sangat populer di Suniname dan Belanda. Menyusul lagulagunya yang lain, seperti Sewu Kutho, Stasiun Balapan, Layang Kangen, Sri Minggat, dan Layang Kangen. Nama Didi Kempot pun populer di dua negara itu.
Didi Kempot pun sering diundang konser di Suriname. Sepanjang 1993-2019, setidaknya dia sebanyak 12 kali pentas di Suriname. Ia juga beberapa kali memenangi anugerah musik nasional di Suriname. Didi juga menciptakan sejumlah lagu dari Suriname, salah satunya adalah Kangen Nickerie (salah satu distrik di Suriname).
“Pada tahun-tahun 90-an, lagu-lagu saya memang lebih dikenal di Suriname ketimbang di sini (Indonesia),” katanya dalam sebuah wawancara.
Baru pada 1999, namanya mulai dikenal secara nasional lewat lagu Stasiun Balapan. Bisa jadi, sejak itu masyarakat mulai menggemari lagunya secara diam-diam.
Didi Kempot adalah salah satu fenomena dalam musik Indonesia. Hampir tak ada yang menyangka, lagu-lagu bertema patah hati miliknya ternyata berhasil merebut hati kaum millenial. Mereka menyebut dirinya “Sadboys”, “Sadgirls” – tergabung dalam Sobat Ambyar, untuk menegaskan diri sebagai fan fanatik Didi Kempot.
Kejayaan Didi Kempot
Sepanjang 2019-2020 bisa dibilang merupakan tahun Didi Kempot. Sebab, di tahun itulah namanya digaung-gaungkan oleh Sobat Ambyar. Setiap konsernya selalu dipadati anak-anak muda, kaum millenial, hingga akhirnya mereka menobatkan Didi sebagai “The Godfather of Broken Heart”.
Kini, Sang Maestro itu telah pergi. Selama 30 tahun lebih di dunia musik, ia telah merilis puluhan album, dan menciptakan lebih dari 700 lagu. Sebelum meninggal, Didi sempat merilis lagu terbarunya, “Ojo Mudik” (Jangan Mudik). Ia menggandeng Wali Kota Surakarta, FX Hadi “Rudy” Rudyatmo.
“Lirik lagunya sangat cocok untuk sosialisasi pencegahan Covid-19. Intinya mengimbau para perantau jangan mudik demi keamanan bersama,” ujar Rudy.
Selai itu, sejak kebijakan #DiRumahAja, Didi mengadakan konser dari rumah untuk menghibur masyarakat Indonesia. Konser virtual itu ditayangkan di sejumlah stasiun televisi. (*)