Dalam upacara pengantin Jawa ada sebuah istilah yang disebut srah-srahan. Prosesi ini biasanya keluarga calon penganten pria memberikan hadiah atau bebana berupa barang kepada orang tua calon penganten wanita. Ini sebagai satu bentuk rasa syukur, doa, sekaligus harapan dalam membangun sebuah keluarga baru melalui upacara perkawinan.
Srah-srahan pada dasarnya berbeda dengan paningset yang merupakan sepasang cincin untuk memperkuat komitmen kedua mempelai. Srah-srahan juga bukan asok tukon yang berwujud uang tunai yang diberikan kepada calon besan, dan srah-srahan bukanlah mas kawin sebagai syarat sahnya ijab kabul.
Barang srah-srahan atau yang juga sering disebut sebagai barang hantaran ini biasanya terdiri dari beberapa barang. Diantaranya satu set suruh ayu, seperangkat pakaian pengantin wanita, seperangkat alat sholat (bagi muslim), dan perhiasan, make-up.
Beberapa orang juga masih menggunakan kain batik (pesing), stagen putih. Kelengkapan lain bisa berupa makanan yang terbuat dari ketan (wajik dan jadah), hasil bumi, buah-buahan sebagai sanggan seperti pisang setangkep dan lain-lain.
Srah-srahan di jaman moderen
Pada jaman modern saat ini, srah-srahan sering kali disajikan dengan hantaran yang ditata dan dihias sedemikian rupa. Secara penataan dibuat lebih baik sehingga terlihat unik dan menarik.
Untuk efisiensi sering kali penyerahan disatukan dengan penyerahan jenis-jenis barang yang ada hubunganya dengan perkawinan seperti asok tukon.
Adapun penyerahannya bisa dilakukan pada malam midodareni, dapat juga dilakukan dalam acara paningsetan, bahkan dilaksanakan beberapa menit sebelum ijab kabul dilangsungkan.
Ada Filosofi yang terkandung dalam barang srah-srahan dalam adat Jawa. Satu set suruh ayu merupakan perlambang harapan tulus supaya mendapatkan keselamatan.
Seperangkat pakaian untuk penganten wanita, perhiasan melambangkan kebahagiaan hidup. Stagen (ikat pinggang kain putih) sebagai pertanda kuatnya tekad.
Makanan terbuat dari ketan perlambang rekatnya persaudaraan. Hasil bumi seperti beras, gula, garam, minyak goreng, buah-buahan dan lain-lain sebagai pralambang kesejahteraan bagi keluarga baru.
Dan kain batik (pesing) yang akkan diberikan pada eyang mempelai putri melambangkan bakti terhadap leluhurnya.
Upacara srah-srahan dalam adat jawa memang bukan termasuk acara pokok dalam upacara perkawinan, meski demikian sampai sekarang masih banyak yang mempertahankan tradisi ini.