Budaya

Festival Payung di Balekambang, ini foto-fotonya

Ribuan payung warna-warni menghiasi Festival Payung di Taman Bale Kambang, Solo, selama tiga hari mulai Jumat (11/9). Mulai di sekitar pintu masuk hingga setiap sudut kawasan bertebaran payung dalam bentuk instalasi, menandai gelaran Festival Payung Indonesia.

Mengusung tema “Umbrella Reborn, Payung Lahir Kembali Dalam Artistik Visual”, festival ini merupakan bentuk pelestarian terhadap kerajinan alat peneduh tradisional yang pernah mengalami masa keemasan puluhan tahun lalu.

Ya, pada periode tahun 1950 hingga tahun 1960-an, Kecamatan Juwiring, Klaten, Jawa Tengah, dan Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat, merupakan dua sentra industri payung tradisional terbesar di Indonesia yang dikenal dengan sebutan “payung fantasi”.

Sebutan itu merujuk pada keindahan “tempat berteduh” yang terbuat dari kertas warna-warni itu yang lebih berfungsi sebagai payung hias dibandngkan sebagai tempat berlindung dari panas dan hujan. Dulu, industri payung rumahan mampu menghidupi ribuan warga di dua wilayah tersebut. Kerajinan payung memberi berkah tersendiri bagi warga yang sebagian berprofesi sebagai petani.

Namun, industri tersebut kemudian runtuh dengan masuknya payung impor dari Tiongkok, disusul kemudian payung produksi Spanyol, Jepang, dan Korea yang tampil lebih modern dengan bahan dari kain anti air.

“Festival payung ini untuk mengenang masa kejayaan payung tradisional Indonesia, Mudah-mudahan undustri payung tradisional bisa hidup kembali. Mungkin bukan sebagai tempat berlindung dari panas ataupun hujan, tapi sebagai kerajinan, souvenir di tempat-tem[pat wisata,” kata Pejabat Wali Kota Surakarta, Budi Suharto, saat membuka festival.

Festival Payung diharapkan tidak sekadar sebagai peristiwa budaya biasa, tapi harus mampu memberi inspirasi untuk menggerakkan perekonomian daerah. Syukur-syukur festival ini mampu menggairahkan usaha para perajin di Solo dan sekitarnya.

Menurut Ketua Panitia, Heru Mataya, ide festival payung ini berawal dari keprihatinan mulai langkanya kerajinan payung tradisional di sejumlah daerah, seperti Juwiring dan Tasikmalaya. Para perajin payung tradisional semakin terdesar oleh keberadaan produk payung modern yang diimpor dari negara lain . Festival diharapkan bisa mempertemukan pengrajin payung tradisional dengan pasar baru.

Selain Juwiring dan Tasikmalaya, festival diikuti juga diikuti beberapa daerah yang pada masanya pernah memproduksi payung tradisional, seperti Palu, Bau Bau, Pafangpanjang, Riau, bengkulu, Jakarta, Bandung, Pekalongan, Malang, Bali, dan Yogyakarta.

Berbeda dengan festival payung pertama, kali ini tiga negara asing ikut memeriahkan festival ini, yaitu Tiongkok, Jepang, dan Thailand. Tidak hanya memamerkan produk payung mereka, ketiga negara juga ikut memberikan workshop.

Bahkan, sejak hari pertama, ketiga negara tersebut ikut menampilkan tarian payung menandai acara pembukaan festival bersama sejumlah daerah lain, seperti Kabupaten Kuantan Singingi (Riau), Sanggar Metabudaya Surakarta, Kembang Lawu Karanganyar, dan Tasikmalaya.

Fetival payung ini begitu meriah. Pengunjung menyempatkan diri berfoto selfie di depan instalasi payung. Mereka memanfaatkan payung-payung yang berjajar untuk berfoto dengan bermacam pose.

Berikut ini foo-foto Festival Payung di Solo:

 

Festival Payung di Balekambang, ini foto-fotonya

Kesolo.com

Festival Payung di Balekambang, ini foto-fotonya

Kesolo.com

Festival Payung di Balekambang, ini foto-fotonya

Kesolo.com

Festival Payung di Balekambang, ini foto-fotonya

Kesolo.com

Festival Payung di Balekambang, ini foto-fotonya

Kesolo.com

Festival Payung di Balekambang, ini foto-fotonya

Kesolo.com

 


Warning: Attempt to read property "term_id" on bool in /home/tumz2839/public_html/wp-content/themes/flex-mag/functions.php on line 999
Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

To Top