Sunan Bayat, Wariskan Teknik Gerabah Putaran Miring

Sunan Bayat atau yang sering dikenal dengan Sunan Pandanaran, Susuhunan Tembayat, Pangeran Mangkubumi dan juga disebut Wahyu Widayat, merupakan seorang ulama besar penyebar agama Islam di Jawa. Ia adalah putra dari Ki Ageng Pandan Arang, bupati pertama Semarang.

Di Dusun Pagerjurang, Desa Melikan, Kecamatan Wedi, Kabupaten Klaten, Sunan Bayat mewariskan sebuah keterampilan pembuatan gerabah dengan teknik putaran miring kepada warga sekitar, hal ini dilakukan dalam rangka menyebarkan agama Islam dan memberdayakan kaum perempuan untuk memperoleh penghasilan melalui pembuatan gerabah. Sunan Bayat juga mengajarkan cara hidup beretika yang dilandasi kerukunan dan kegotong-royongan. (baca juga : Pagerjurang, Sentra Industri Gerabah Putar Miring )

Bambang Susilo, Kepala Desa Melikan menuturkan, pada masa Sunan Bayat pembuat gerabah di Pagerjurang adalah para perempuan yang berkebaya, Sementara bagi para pria bertugas mencari dan mengolah tanah liat.

Alat gerabah miring demi etika

Pada saat itu Sunan Bayat meminta agar tatakan gerabah dibuat miring dengan pertimbangan nilai etika. Beliau melihat kekurangpantasan ketika seorang perempuan ikut memutar gerabah dengan kaki mengangkang seperti perajin laki-laki.

“Perempuan tidak sopan kalau duduk mengangkang sehingga Kanjeng Sunan meminta posisi tatakan gerabah diubah miring. Karena itu gerabah di sini juga sering disebut dengan gerabah Sunan,” jelas Bambang.

Teknik gerabah putaran miring hasil pemikiran Sunan Bayat ini setidaknya memiliki tiga hal yang menarik. Pertama desain sangat ergonomis sehingga nyaman digunakan produksi bagi perempuan yang pada masa itu selalu menggunakan kebaya panjang. Kedua, pencipta alat ini sangat memperhatikan segi etika dan kesopanan yang berlaku di masyarakat saat itu. Ketiga, tatakan yang dibuat miring dapat meningkatkan produktivitas kerja, karena pengaruh gravitasi, tanah lebih mudah diolah.

“Di luar sana ada banyak gerabah modern, baik teknik mapun desainnya.. Tapi gerabah tradisional hanya ada di Pagerjurang. Ini gerabah peninggalan Sunan, dan kami bangga dengan kekhasan ini,” kata Harjanto, salah satu warga Pagerjurang.

Makam Sunan Bayat terletak di perbukitan Jabalkat, wilayah Kecamatan Bayat, Klaten, Jawa Tengah, hingga kini makam tersebut masih ramai diziarahi orang. Dari sana pula konon ia menyebarkan ajaran Islam kepada masyarakat wilayah Mataram. Tokoh ini dianggap hidup pada masa Kesultanan Demak (abad ke-16).

Tinggalkan komentar