Sri Manganti merupakan kompleks yang berada di bagian dalam Keraton Surakarta Hadiningrat, tepatnya setelah melewati Kori Kamandungan dan sebelum memasuki kompleks Kedaton keraton. (baca juga : Kompleks Kamandungan Keraton Surakarta)
Jika ditilik dari asal kata, nama Sri Manganti berasal dari kata Sri yang berarti cahaya, sinar, raja, dan indah sekali. Sedangkan kata Manganti berasal dari kata kanthi yang berarti mengajak/menggandeng/bersama-sama. Selain itu ada juga yang berpendapat bahwa nama Manganti berasal dari kata manganti-anti yang berarti menanti/menunggu.
Di kompleks ini terdapat beberapa situs budaya yang berupa pelataran dan beberapa bangunan utama, diantaranya adalah :
Bangsal Smarakata
Bangsal Smarakata atau Asmarakata terletak di sebelah barat halaman, dahulu tempat ini digunakan untuk menunggu para pegawai menengah ke atas yang akan menghadap raja. Di tempat ini dulunya juga dijadikan sebagai tempat untuk penerimaan kenaikan pangkat para pejabat senior. Sekarang Bangsal Smarakata banyak digunakan untuk tempat latihan seni seperti menari dan mendalang.
Nama Bangsal Smarakata sendiri berasal dari kata Bangsal yang berarti tempat, Smara atau asmara yang berarti cinta dan Kata yang berarti ucapan. Dari nama bangsal ini dapat diartikan sebagai dhawuh kang nengsemake atau ucapan yang menyenangkan. Untuk itulah sebagai manusia hendaklah memiliki ucapan yang baik.
Bangsal Marcukundha
Bangsal Marcukundha merupakan bangunan berbentuk limasan yang terletak di sebelah timur kompleks Sri Manganti. Tempat ini dahulu dibangun oleh Pakubuwono III sekitar tahun 1749-1788 dan diperindah oleh Pakubuwono IV.
Penamaan Bangsal Marcukunda sendiri terdapat beberapa versi, ada yang berpendapat bahwa kata marcu berasal dari kata Martyu yang berarti api, Kundha berarti sesuatu yang harus disimpan, Marcukundha dapat dimaknai sebagai perkataan yang harus dijaga kerahasiaanya. Pendapat lain mengatakan Marcukundha bermakna perkataan yang keras.
Bangsal ini dulu digunakan sebagai paseban atau untuk menghadap para opsir prajurit, sebagai tempat pelantikan untuk kenaikan pangkat pegawai dan pejabat baru. Selain itu Bangsal Marcukundha juga difungsikan sebagai ruang bagi sentana maupun abdi dalem yang dijatuhi hukuman karena melakukan kesalahan. Sekarang tempat ini digunakan untuk menyimpan Krobongan Madirenggo, yakni tempat sunat/kitan bagi para putra Susuhunan.
Panggung Sangga Buana
Panggung Sangga Buana ini merupakan bangunan bertingat 5 lantai yang dulunya digunakan sebagai tempat meditasi raja dan digunakan sebagai tempat mengintai tentara Belanda di Beteng Vastenburg. Panggung Sangga Buana ini berada di dua kompleks, yakni Sri Manganti dan Kedaton.
Secara simbolik Panggung Sangga Buana dapat dimaknai sebagai Lingga, sedangkan Kori Sri Manganti adalah simbol Yoni. Lingga-Yoni dalam masyarakat Jawa dipercaya sebagai lambang kesuburan.
Bangsal Sri Manganti
Bangsal Sri Manganti merupakan ruang tunggu yang dulunya diperuntukkan bagi para tamu yang akan menemui raja. Selain itu ruangan ini juga digunakan oleh raja untuk menanti kedatangan raja lain yang berkunjung ke keraton.
Bangunan Sri Manganti memiliki atap bercorak semar tinandhu, terletak di sisi selatan halaman yang menjadi penyekat sekaligus penghubung ke Kompleks Kedaton. Di bangsal ini terdapat tiga pintu yang terletak di sisi kanan, kiri dan tengah.
Pintu tengah merupakan pintu utama menuju kompleks Kedaton atau yang sering disebut sebagai Kori Sri Manganti. Sedangkan di sisi kanan dan kiri juga terdapat pintu kecil untuk pos penjagaan atau Pancaosan Panewu, Mantri dan bawahannya dai golongan keparak.
Di atas pintu sisi kanan bangsal Sri Manganti terdapat lambang kerajaan dengan persenjataan karaton. Gambar tersebut merupakan Candra Sengkala Memet yang berbunyi “senjata kasalira rasaning narendra” yang berarti seorang raja mempunyai kewajiban untuk bisa memadamkan perselisihan dan menciptakan perdamaian. Candra sengkala ini juga berarti menunjukkan angka 1685 tahun Jawa.
Di atas pintu sisi kiri bangsal Sri Manganti juga terdapat gambar manusia dengan berbagai senjata. Gambar tersebut juga berupa Candra Sengkala Memet yang berbunyi “ Senjata tepung rasaning janma” yang berarti bahwa seorang raja memiliki kewajiban untuk mengadili dan menghukum orang yang bersalah. Sengkalan ini juga menunjukkan angka tahun 1685 dimana bangsal Sri Manganti dibangun.
Kori Sri Manganti
Kori Sri Manganti merupakan pintu besar yang digunakan sebagai jalan masuk area keraton bagian dalam atau wilayah Kedaton. Dibangun pada zaman Paku Buwono III pada tahun jawa 1685 (1758 M), kemudian diperindah pada zaman Paku Buwono IV pada tahun jawa 1718 (1792 M).
Di bagian atas Kori Sri Manganti ini terdapat hiasan berupa Sri Makuta Raja yang juga merupakan logo Keraton Kasunanan Surakarta. Dibawah logo tersebut juga tertulis huruf romawi Belanda MDCC,LXXXXII yang menunjukkan angka tahun belanda, dilanjutkan huruf Jawa yang menunjukkan angka 1718 sebagai tahun jawa (1792M).
Di samping kiri dan kanan Kori Sri Manganti terdapat hiasan relif berupa lambang pria dan wanita. Adapun makna dari gambar tersebut adalah bahwa kehidupan terjadi dengan adanya perantara bapak dan ibu.
Baca juga : Menelisik Arsitektur Keraton Surakarta
Sumber foto : wikipedia.org
makasih sudah mampir mas, sangkurir.com jg asik 🙂
Muantap suguhan blog nya mbak.