Batik Solo: Jejak Panjang Perjalanan Batik Surakarta

Perkembangan batik Solo tak bisa terlepas dari Perjanjian Giyanti pada 13 Februari tahun 1755. Momen ini tak hanya membagi wilayah Kerajaan Mataram menjadi dua; Kasunanan Surakarta dan Kasultanan Yogyakarta.

Lebih dari itu, perjanjian yang dilakukan di Desa Giyanti (sekitar 30 kilometer arah timur Kota Solo) itu pada akhirnya juga membagi kekayaan Mataram.

Senjata pusaka, gamelan, berikut kereta tunggangan dibagi rata.

Namun, seluruh busana milik Keraton Mataram diboyong Pangeran Mangkubumi ke Yogyakarta, termasuk batik (tulis).

Pangeran Mangkubumi kelak bergelar Hamengku Buwono I dan menjadi Raja Yogyakarta pertama.

Baca juga: Perjanjian Giyanti Membelah Mataram Jadi Dua

Sejak itulah Kasunanan Surakarta tidak memiliki batik khas keraton.

Maka, Sang Raja, Paku Buwono III,membuat revolusi kebudayaan dengan mengundang para pembatik terbaik masuk keraton untuk membuat batik Gagrak Solo, atau batik khas khas Keraton Solo.

Menurut salah satu putra Paku Buwono XII, Kanjeng Gusti Pangeran Haryo (KGPH) Puger, sebelum Mataram pecah, batik Keraton dibuat oleh para putri keraton dan abdi dalem khusus untuk keluarga raja.

Motif-motif yang berkembang saat itu, kata Puger, antara lain wahyu tumurun, lereng, serta bermacam motif parang dan motif sida (sida mukti, sida luhur, dan sida drajad).

Sementara itu, di luar keraton, industri rumahan tersebar di empat wilayah Solo, yaitu Karanganyar, Sragen, Sukoharjo, dan Wonogiri.

Mereka yang berada di luar keraton ini mengerjakan batik untuk masyarakat umum, dengan motif antara lain ceplok, gringsing, tambal, kawung, wonogiren, bondet, dan bermacam motif latar.

“Masyarakat umum tidak boleh mengenakan batik Keraton karena batik itu dibuat hanya untuk keluarga raja. Mereka hanya boleh mengenakan batik motif primitif,” kata Puger yang juga Pelaksana Tugas (Plt) Paku Buwono XIII.

Namun, Puger mengungapkan, setelah Kerajaan Mataram pecah dan seluruh ageman (busana), termasuk batik, dibawa ke Yogyakarta, Kasunanan Surakarta harus menciptakan motif sendiri yang berbeda dengan Kasultanan Yogyakarta

“Saat itulah Sinuhun Paku Buwono III membuat revolusi budaya. Sinuhun mengundang pembatik terbaik masuk keraton untuk membuat batik khas Kasunanan Surakarta, batik yang kelak menjadi ciri khas batik Solo,” jelas Puger.

Menurut pengamat batik Ronggojati Sugiyatno, latar batik Solo lebih didominasi warna sogan (coklat).

Nama sogan ini berhubungan dengan penggunaan pewarna alami yang diambil dari batang kayu pohon soga tingi.

“Sogan ini kombinasi warna coklat muda, coklat tua, coklat kekuningan, coklat kehitaman, dan coklat kemerahan. Itu ciri khas batik Solo dan Jogja,” kata Sugiyatno.

Namun, lanjut Sugiyatno, sogan Jogja dan Solo berbeda. Sogan Jogja dominan berwarna coklat tua-kehitaman dan putih, sedangkan sogan Solo berwarna coklat-oranye dan coklat.

“Yang membedakan dengan sogan Yogyakarta biasanya motifnya. Ada beberapa motif batik Solo yang tidak dimiliki Jogja, antara lain Parang Kusumo, Sidoasih, Sidoluruh, Truntum, Kawung, dan Sekar Jagat. Motif-motif itu kemudian menginspirasi perkembangan batik modern,” jelas Sugiyatno.

Motif Klasik Batik Solo

contoh gambar motif batik sidomukti

Motif klasik batik Solo memiliki banyak ragam, lengkap dengan nilai filosofi terkait dengan dengan kehidupan masyarakat; kelahiran bayi, pernikahan, dan kematian.

Artinya, motif batik tertentu hanya akan dikenakan sesuai dengan nilaiyang terkandung di dalamnya. Mereka yang mengerti batik tidak akan mengenakan sembarang motif untuk setiap acara.

Beberapa motif klasik batik Solo yang terkenal, adalah motif Parang, Lereng, Kawung, dan Sawat.

Motif-motif inimerupakan ageman atau busana luhur keraton karena hanya boleh dipakai oleh raja dan keluarganya.

Motif ini disebut juga motif larangan karena terlarang untuk dipakai oleh abdi dalem atau masyarakat biasa.

Sedangkan motif untuk masyarakat umum, adalah motif Soblog, Motif Sido (Sido Mukti, Sidoasih, Sidoluhur, Sidodrajat), Bokor, Truntum, motif Semen (Semen Rama, Semen Gendhong, Semen Prabu, Semen Wijaya Kusuma), Pamiluto, motif Ceplokan (Ceplok Sriwedari, Satria Wibawa), dan motif Bondet.

Dalam perkembangannya, pengerjaan batik tulis juga dilakukan di luar lingkungan keraton.

Dua sentra pembuatan batik di Kota Solo yang terkenal, adalah Kampung Batik Kauman, dan Kampung Batik Laweyan.

Sentra batik di luar Solo

Di luar Kota Solo itu, sentra pembuatan batik yang juga dikenal adalah Desa Kliwonan dan Desa Pilang, Kecamatan Masaran, Sragen.

Sedeangkan di Karanganyar, sentra pembuatan batik ada di Desa Girilayu, Kecamatan Matesih, Karanganyar.

Sentra-sentra batik ini mengerjakan ratusan motif batik Solo, baik klasik, modern, hingga kontemporer.

Menariknya, semodern apa pun motif batik yang dibuat, mereka tetap meninggalkan jejak motif klasik.

Industri batik rumahan di luar keraton ini kemudian melahirkan bermacam jenis batik, salah satunya batik Saudagaran.

Jenis batik ini muncul terutama karena adanya ketentuan dari keraton bagi pembatik untuk membuat motif batik larangan.

Mereka memodifikasi motif larangan menjadi motif baru sesuai dengan selera para saudagar.

“Kenapa saudagar, karena saat itu hanya saudagar (pengusaha) yang mampu membeli batik. Para pembatik berkreasi,menambah ornamen, memperindah corak sehingga motif larangan yang telah didesain ulang itu bisa dipakai oleh masyakat umum,” jelas Sugiyatno.

Muncul pula batik Petani (batik pedesan) yang tumbuh bersamaan dengan batik Saudagaran.

Corak batik ini lebih sederhana.

Gambar atau hiasan terinspirasi dari alam pedesaan, pohon, bunga-bunga, dan binatang.

Menurut pemilik Batik Danarhadi, Santosa Dulah, batik petani banyak dikerjakan di luar wilayah Surakarta, seperti di Bayat (Klaten),Pilang (Sragen), Matesih (Karanganyar), dan Bekonang (Sukoharjo).

Biasanya mereka menggabungkan pola-pola batik dari keraton yang dipadukan dengan alam pedesaan.

Motifbatik modern sekarang ini hasil kreasi dari motif dan jenis batik sebelumnya, mulai batik keraton, batik saudagaran, sampai batik petani.

Tempat Belanja Batik Solo

Kota Solo bisa dibilang sebagai surganya wisata belanja batik.

Kota ini memiliki beberapa tempat untuk berburu batik dengan kualitas terbaik.

Beberapa tempat untuk belanja batik itu adalah:

Pasar Klewer sebagai salah satu pusat belanja batik di Solo

Pusat Batik di Pasar Klewer

Pasar Klewer merupakan pusat belanja batik terbesar se-Asia, bahkan dunia.

Harganya yang murah membuat pasar yang terletak di Jalan Dr. Rajiman ini sebagai tujuan para wisatawan, sekaligus tempat kulakan pedagang batik dari berbagai kota di Indonesia.

Belanja di pasar ini Anda harus berani menawar hingga 50 persen dari harga yang ditawarkan.

Tak seperti belanja di mal, harga batik di Pasar Klewer memang masih bisa ditawar.

Semakin Anda pintar menawar, semakin murah harga yang akan Anda dapatkan.

Namun, untuk sementara Anda belum bisa belanja di pasar ini.

Saat ini hingga akhir tahun 2016 mendatang, Pasar Klewer sedang dalam proses pembangunan kembali setelah habis terbakar pada akhir tahun 2014.

Sebagai gantinya, Anda bisa datang ke pasar klewer darurat di Alun-alun Utara Keraton Surakarta. Lokasinya sekitar 200 meter arah selatan Bundara Gladag di Jalan Slamet Riyadi.

Kampung Batik Laweyan

Kampung Batik Laweyan menjadi ikon wisata heritage dan batik di Kota Solo. Terdapat sekitar 300 rumah gerai batik di kampung ini menjadikan Kampung Batik Laweyan tujuan wisata belanja batik.

Seperti membeli batik di Pasar Klewer, Anda harus pintar untuk menawar agar memperoleh harga yang lebih murah dari harga yang ditawarkan.

Selain belanja, Anda juga bisa menyaksikan secara langsung peoses pembuatan batik di kampung tua ini.

Lokasi kampung ini terletak di kawasan Jalan Dr Rajiman di pusat Kota Solo, tepatnya sekuitar 500 meter arah selatan dari Bunderan Purwosari di Jalan Slamet Riyadi.

Kampung Batik Kauman

Kauman merupakan kawasan permukiman yang lokasinya tak jauh dari Masjid Agung Keraton Surakarta.

Seeperti halnya Kampung Batik Laweyan, kampung ini menyediakan gerai dan workshop pembuatan batik.

Ciri khas dari batik Kampung Batik Kauman adalah warna yang cenderung lebih gelap seperti coklat kehitaman dengan motif modern.

Di kampung ini terdapat sebuah komunitas bernama Paguyuban Batik Kauman di Jl Cakra No 14 Kauman yang memiliki tiga showroom yang diguanakan untuk roduksi, promosi, dan berjualan batik.

House of Danar Hadi

House of Danar Hadi berada di komplek wisata heritage dan batik terpadu milik PT Batik Danar Hadi.

Di komplek ini terdapat museum batik dengan koleksi lebih dari 10.000 batik, gerai batik dengan harga mulai jutaan rupiah.

Namun, House of Danar Hadi di Jalam Slamet Riyadi ini menawarkan kualitas batik nomor satu.

Pusat Grosir Solo

Pusat Grosir Solo (PGS) di kawasan Gladag merupakan pusat perbelanjaan batik di Kota Surakarta yang lengkap dan murah.

Kios di PGS yang melayani penjualan batik secara grosir dan eceran. Jam buka mulai pukul 09.30 hingga pukul 17.00 WIB.

Beteng Trade Center

Lokasi Beteng Trade Center (BTC) bersebelahan dengan Pusat Grosir Solo (PGS). Stan BTC melayani penjualan batik grosir dan eceran.

Meski harga sudah terpasang, Anda masih bisa dapat menawar. BTC buka mulai pukul 09.00 WIB hingga pukul 16.00 WIB.

Lumbung Batik

Lumbung Batik terletak di Jalan Agus Salim 17, Sondakan, sekitar 300 meter dari Kampung Batik Laweyan.

Lumbung Batik memiliki sekitar 50 gerai batik. Sentra batik ini didirikan oleh Koperasi Pamong Pengusaha Batik Surakarta (PPBS).(Ganug Nugroho Adi)

Festival Batik di Solo

Di Solo, batik bukan sekadar kain yang dipajang di gerai dan kios-kios batik.

Sebagai kota tujuan wisata, Solo juga menawarkan batik dalam bentuknya yang lain, yaitu Solo Batik Carnival (SBC), Red Batik, dan Solo Batik Fashion (SBF).

Ketiga event itu telah menjadi agenda tahunan untuk menarik wisatawan.

Acara festival batik di Solo

Solo Batik Carnival

Solo Batik Carnival (SBC) menjadi event tahunan untuk memperkenalkan batik sebagai budaya Indonesia.

Dalam festival ini, batik tampil menjadi kostum karnaval yang penuh kreasi.

Kesan batik yang selama ini sebagai pakaian formal lenyap.

Karnaval ini terinspirasi dari Jember Fashion Carnaval (JFC), sebuah parade peragaan busana di jalanan.

Tak heran jika konsep SBC hampir sama dengan JFC.

Perbedaann hanya terletak pada bahan utama pembuatan kostum.

Sesuai dengan namanya, Solo Batik Carnival menjadikan batik sebagai sumber ide sekaligus materi utama penciptaan kostum karnaval yang sepektakuler.

Sebelum mengikuti karnaval, peserta mengikuti workshop merancang kostum selama berbulan-bulan. Kostum karnaval dirancang dan dipakai sendiri oleh peserta.

Karnava batik ini melintasi Jalan Slamet Riyadi hingga Kantor Balai Kota Solo sejauh sekitar 6 kilometer.

Digelar sejak tahun 2008, SBC digelar setiap bulan Juni.

Baca juga : Ini Agenda Budaya Solo yang Rutin Di Gelar Sepanjang Tahun

Vasternburg Carnival

Karnaval ini menggunakan ruang arsitektur Benteng Vastenburg -benteng tua yang dibangun semasa pemerintahan Belanda, sebagai panggung karnaval.

Kostum karnaval memadukan batik dan anyaman bambu dengan dominasi warna merah.

Berbeda dengan Solo Batik Carnival yang menonjolkan arak-arakan, Vastenbur Carnival lebih mengeksplorasi ruang publik, yaitu Benteng Vastenburg yang merupakan bangunan cagar budaya.

Solo Batik Fashion

Solo Batik Fashion (SBF) juga menjadi salah satu festival yang mengekspos batik di Kota Solo.

Fashion show khusus menampilkan rancangan batik ini digelar tahunan sejak tahun 2009.

Solo Batik Fashion digelar di tempat-tempat terbuka yang menjadi ikon Kota Solo, seperti Bundaran Gladag, kawasan Ngasopuro, dan Benteng Vastenburg, menampilkan desianer lokal dan nasional.

Satu pemikiran pada “Batik Solo: Jejak Panjang Perjalanan Batik Surakarta”

  1. Jejak sejarah dan budaya suatu bangsa, memang sebainya ditulis dan didokumentasikan.Sebagai bahan cerita & referensi generasi penerus agar bisa bersikap dan bertindak lebih arif dari pada para pendahulunya.

Tinggalkan komentar