
Bernama lengkap Affandi Koesoema, dilahirkan pada 1907 lalu, putra dari R. Koesoema, seorang mantri ukur di pabrik gula di Ciledug, Cirebon, Jawa Barat.
Jika dibandingkan dengan orang-orang segenarisnya, Dia termasuk salah satu orang yang memiliki pendidikan formal yang cukup tinggi.
Affandi memperoleh pendidikan HIS, MULO, dan selanjutnya tamat dari AMS.
Pada tahun 1933 Affandi menikah dengan gadis Bogor Maryati, dari istri pertama ini kemudian lahirlah Kartika.
Sebelum mulai melukis, Affandi pernah menjadi guru dan pernah juga bekerja sebagai tukang sobek karcis dan pembuat gambar reklame bioskop di salah satu gedung bioskop di Bandung.
Pekerjaan ini tidak lama digeluti karena Affandi lebih tertarik pada bidang seni lukis.
Perjalanan Affandi Sebagai Pelukis
Pada sekitar tahun 30-an, Dia bergabung dalam kelompok Lima Bandung. Kelompok ini terdiri dari lima pelukis yaitu Hendra Gunawan, Barli, Sudarso, dan Wahdi serta Affandi.
Di kelompok ini posisi Affandi menjabat sebagai Ketua, meski demikian organisasi tersebut bukanlah kelompok formal dengan struktur yang kaku, tetapi lebih pada kelompok belajar.
Adapun tujuan adanya kelompok ini adalah untuk membantu dan memberikan bantuan kepada sesama pelukis.
Dari Kelompok Lima Bandung inilah yang juga memberikan kontribusi cukup signifikan terhadap perkembangan seni rupa di Indonesia.
Perjalanan melukis Affandi diawali dari jalur aliran naturalisme yang dipelajarinya secara otodidak.
Gaya ekspresionis ia mulai pada tahun 1940-an dengan menggunakan teknik plototan, meskipun boros dalam pemakaian cat, namun dengan teknik ini ia bisa lebih merdeka dalam menuangkan curahan emosinya.
Baginya, proses melukis yang cukup cepat dilakukannya agar moment estetik yang di dapatkan tidak hilang.
Pameran tunggal perdana digelar pada tahun 1943 di Gedung Poetera Djakarta.
Hingga tahun 1944 Ia terlibat dalam organisasi Poetera (Poesat Tenaga Rakjat – Pusat Tenaga Rakyat) di bawah bimbingan Ir. Soekarno, Drs. Mohammad Hatta, Ki Hajar Dewantara dan Kyai Haji Mas Mansur.
Pada masa sebelum dan sesudah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia (1945-1948), dalam perjuangan melawan Belanda, Dia secara aktif ikut terlibat dalam membuat berbagai poster.
Dengan melukis poster perjuangan ini, para seniman mendorong masyarakat untuk berani mengangkat senjata melawan Belanda.
Pada saat itu, pelukis melakukan kolaborasi dengan para pejuang. Salah satu poster propaganda garapan Affandi yang paling terkenal adalah yang terdapat quote “Boeng Ajo Boeng!”, ini untuk menyemangati para pejuang di daerah-daerah.
Kegiatan tersebut ia lakukan bersama-sama dengan seniman lain yang tergabung dalam Poetera seperti S.Soedjojono, Dullah, Trubus dan Chairil Anwar.
Di Poetera, Dia menjabat sebagai Ketua Panitia Kerja sedangkan S.Soedjojono sebagai Ketua Pelaksana. Mereka melapor ke Bung Karno.
Tahun 1947 Affandi pindah ke Yogyakarta dan mendirikan Sanggar Pelukis Rakyat bersama Hendra Gunawan. Tujuannya untuk memberikan latihan kepada anak-anak muda yang gemar melukis.

Affandi Pameran Keliling Dunia
Untuk mendekatkan dan memperkenalkan karya-karyanya kepada para pecinta seni lukis, Dia sering mengadakan pameran di berbagai tempat.
Di tahun 1949-1951 Affandi mendapat beasiswa dari pemerintah India untuk bergabung dengan The Art School Shantineketan Tagore University.
Dari sinilah Dia bisa menggelar pameran seni rupa keliling ke berbagai kota di India.
Pada sekitar tahun 1951-1956, Affandi juga banya melakukan pameran di berbagai negara Eropa, Amerika serta Australia.
Di Eropa, ia telah mengadakan pameran antara lain di London, Amsterdam, Brussels, Paris, dan Roma.
Begitu juga di negara-negara benua Amerika seperti di Brasil, Venezia, San Paulo, dan Amerika Serikat.
Hal demikian jugalah yang membuat namanya terkenal di berbagai belahan dunia.

Bahkan kurator terkenal asal Magelang, Oei Hong Djien, pernah memburu lukisan Affandi sampai ke Rio de Janeiro.
Kedekatannya dengan flora, fauna dan lingkungan melahirkan sebuah gagasan besar yang ia beri istilah ‘perikebinatangan’ bukan perikemanusiaan.
Meski banyak yang menganggap sebagai lelucon, namun kenyataanya pada masa itu (tahun 1955) kesadaran masyarakat terhadap lingkungannya memang masih kurang.
Sebagai seniman yang produktif, selama hidupnya ia telah melahirkan karya lebih dari 2000 lukisan.
Berkat gagasan-gagasan unik dengan teknik plototan-nya ini, Affandi menjadi pelukis paling populer di Indonesia hingga sekarang.
Gelar Doctor Honoris Causa
Berbagai penghargaan dan hadiah bagaikan membanjiri perjalanan hidup dari pria yang hampir seluruh hidupnya tercurah pada dunia seni lukis ini.
Dari karya-karyanya ia mampu membawa nama harum bangsa di dunia Internasional.
Gelar Doctor Honoris Causa dari University of Singapore Ia raih di tahun 1974 dan Affandi juga menerima gelar Grand Maestro, di gedung San Marzano, Florence, Itali.
Pada tahun 1977 ia mendapat Hadiah Perdamaian dari International Dag Hammershjoeld.
Bahkan Komite Pusat Diplomatic Academy of Peace PAX MUNDI di Castelo San Marzano, Florence, Italia pun mengangkatnya menjadi anggota Akademi Hak-Hak Azasi Manusia.
Sampai ajal menjemputnya pada Mei 1990, Affandi tetap menggeluti profesi sebagai pelukis.
Pemakamannya tidak jauh dari museum sekaligus kediamannya di tepi Kali Gajahwong Yogyakarta.
Jika Anda ingin berkunjung ke museum di sini tempatnya:
Museum Affandi
Baca juga : Raden Saleh, Perintis Seni Rupa Kontemporer Indonesia