Tradisi Tarub merupakan salah satu kegiatan persiapan orang Jawa yang akan menyelenggarakan hajat “mantu” menikahkan anaknya.
Tarub berasal dari kata ditata karep ben murup (ditata agar lebih hidup). Kegiatan ini berupa penataan ruang dan pemasangan tenda di sekitar rumah yang punya hajat.
Tenda didirikan untuk dijadikan sebagai tambahan ruang bagi tamu maupun para rewang yang membantu jalannya acara pernikahan.
Tradisi Tarub biasanya dilakukan setelah acara Kumbokarnan dan dikerjakan empat-tujuh hari menjelang upacara panggih.
Selain mendirikan tenda, dalam tradisi ini juga dilakukan pemasangan berbagai hiasan. Hiasan tersebut berupa anyaman daun kelapa untuk peneduh (bleketepe).
Ada juga rangkaian janur kuning, pisang tuwuhan/suluhan, kelapa muda dan berbagai dedaunan.
Seluruh elemen hias yang dibuat dalam tradisi Tarub memiliki berbagai simbol doa keselamatan lahir batin.
Baik untuk pasangan pengantin yang akan menjalani prosesi pernikahan maupun semua yang terlibat dalam acara.
Dalam fallsafah Jawa, Janur bermakna sejane ning Nur (Harapan pada Nur Ilahi) dan kuning berarti kalbu kang wening (hati yang bening/bersih).
Janur kuning dalam pernikahan adat jawa bisa dimaknai sebagai niat dari hati yang bersih menikahkan anak karena berharap ridho dari Tuhan Yang Maha Esa.
Janur kuning biasanya dipasang pada hiasan pintu masuk, dipakai untuk membuat Kembar mayang dan sebagai bahan dalam membuat pajangan Mayang Sari yang dipasang di sisi kanan dan kiri sasana sewaka (pelaminan).
Pisang Raja
Di muka pintu masuk rumah bagian kanan dan kiri, biasanya diletakkan hiasan sepasang pisang suluhan.
Pisang suluhan merupakan buah Pisang Raja yang sebagaian buahnya sudah masak secara alami (suluh).
Hiasan ini juga sering disebut sebagai hiasan pisang tuwuhan (pisang utuh).
Ini dimaksudkan karena pisang suluhan yang dipasang masih lengkap dengan daun, batang, bahkan akarnya.
Ada banyak jenis pisang raja yang bisa dipakai untuk upacara adat Jawa.
Namun menurut kepercayaan pisang Raja Talun adalah yang terbaik.
Selain ukurannya yang besar, pisang Raja Talun termasuk jajaran pisang unggulan.
Ada beberapa pendapat tentang filosofi pohon pisang raja dalam pernikahan adat Jawa.
Ada yang memaknai sebagai rasa cinta sejati karena pohon pisang hanya berbuah sekali selama hidupnya.
Ini artinya manusia dalam membangun keluarga cukup sekali saja sebagai pasangan yang setia sehidup-semati.
Pendapat lainnya mengatakan bahwa dengan adanya pisang raja diharapkan kedua mempelai kelak bisa menajadi Raja dan Ratu.
Merekalah akan yang mampu memimpin sekaligus menjadi suri tauladan bagi anak-cucunya.
Pemilihan pisang raja yang matang secara alami (suluhan) biasa diartikan kedua mempelai adalah pribadi yang benar-benar sudah dewasa, bukan produk karbitan.
Dari pasangan yang sudah dewasa dan dapat saling bersikap dewasa dalam berumah tangga, maka bahagia dan sejahtera akan lebih mudah digapai.
Mereka juga akan mampu melahirkan benih yang utama, terpilih dan terpuji (Ngudi ambabar tuwuh).
Mampu melahirkan benih yang utama, terpilih dan terpuji memang bukanlah perkara yang mudah.
Selain keduanya harus memiliki rasa cinta, kedua mempelai juga harus bisa saling mendorong dalam menciptakan elemen pendukung lainnya yakni sandang, pangan dan papan (busana, beksana lan sasana).
Bisa memenuhi kebutuhan busana, beksana dan sasana adalah syarat mutlak bagi orang jawa untuk bisa menyelenggarakan rumah tangga yang kokoh.
Hal ini akan sangat terkait erat dengan penghasilan ekonomi keluarga.
Uba rampe sebagai elemen pendukung
Elemen pendukung sandang, pangan dan papan biasanya disimbolkan dengan berbagai dedaunan yang dirangkai disekitar pohon pisang raja.
Dahan, daun dan buah kapas melambangkan sandang, padi seuntai melambangkan pangan, dan dahan beringin melambangkan papan yang juga bisa dimaknai sebagai pengayom.
Selain elemen hias diatas, disekitar pohon pisang raja juga terdapat elemen hias lainnya yaitu Cengkir kuning/gading (kelapa gading muda).
Cengkir dari kata kencengging pikir (teguh pemikirannya/kemauan yang keras), Gading atau warna kuning dari kata kalbu kang wening (hati yang bening/bersih).
Dari cengkir gading inilah ada sebuah pesan bahwa kedua mempelai diharapkan dapat memiliki kemauan yang keras dari hati yang suci untuk dapat mencapai tujuan bersama.
Tebu wulung (tebu warna hitam) biasanya juga melengkapi hiasan pada pisang raja.
Secara filosofi Tebu berarti anteb ing kalbu (yakin dalam hati), dan Wulung yang berarti ulung, unggulan, sejati dan murni.
Maknanya, dari mempelai diharapkan dalam membangun rumah tangga memiliki keyakinan yang teguh dalam hati, sehingga mampu menciptakan keluarga yang bahagia, sejahtera.
//bahan bacaan berbagai sumber
Owalah itu toh maknanya janur kuning. Baru tau..
wah mantab ini baru tahu saya maksud dari pembuatan tarub yang memakai pohon pisang.