Setelah kita mengenal tembang macapat Megatruh yang berarti proses perpisahan antara Jiwa dan Raga, kini kita akan mengenal satu tembang macapat Pucung.
Tembang ini juga sering ditulis dengan Pocung yang biasa diartikan dengan pocong/pengkafanan jenazah.
Tembang ini menjadi tembang terakhir dari sebelas tembang macapat.
Bagi orang jawa, badan wadag yang telah ditinggalkan oleh ruhnya biasanya akan dirawat dan disucikan sebelum ia dikembalikan dari asalnya yaitu rahim ibu pertiwi (tanah).
Jasad akan dimandikan dan dibungkus dengan kain mori putih sebagai lambang kesucian.
Tembang macapat Pucung merupakan satu tembang yang digunakan sebagai pengingat akan datangnya kematian.
Hadirnya manusia di dunia yang sementara ini akan ada satu masa titik akhir dimana ia harus berpisah dengan segala yang ia cintai semasa hidup.
Harta benda, keluarga, pangkat dan jabatan tidak bisa ia bawa sebagai bekal dalam menghadapi hari akhir.
Tidak ada satupun manusia yang tau apa yang akan terjadi setelah kematiannya.
Semua menjadi teka-teki, dan setiap orang berhak untuk menebak atas dasar tanda-tanda alam maupun kitab suci yang diyakini.
Mungkin karena itulah kenapa tembang macapat Pucung lebih banyak berisi teka-teki yang terkadang bisa bersifat jenaka.
Dari tembang Pucung manusia dituntut untuk berpikir, mengkaji, dan mencari jawaban atas teka-teki ini.
Meski ringan dan jenaka, namun dalam tembang ini membawa pesan yang berisi nasihat-nasihat.
Terutama untuk membangun hubungan harmonis antara manusia, alam, lingkungan dan Tuhannya.
Ciri dari tembang macapat Pucung :
- Jumlah Guru Gatra : 4 baris setiap bait
- Memiliki Guru Wilangan : 12, 6, 8, 12 (artinya baris pertama terdiri dari 12 suku kata, baris kedua berisi 6 suku kata, dan seterusnya…)
- Memiliki Guru Lagu : u, a, i, a (artinya baris pertama berakhir dengan vokal u, baris kedua berakhir vokal a, dst..)
Ada banyak orang yang memaknai asal kata Pucung ini.
Selain diartikan pocong ada juga yang berpendapat tembang macapat Pucung diambil dari nama pohon atau buah yang bijinya dikenal dengan nama kluwak/pucung.
Selain itu ada juga yang berpendapat kata Pucung berasal dari kata cung, yang kemudian membentuk kata pucung, kuncung, kacung, yang artinya lucu.
Tembang macapat Pucung adalah tembang macapat yang memiliki watak sembrana parikena, jenaka, berisi tebak-tebakan dan untuk menceritakan hal-hal yang ringan, jenaka atau teka-teki.
Tembang ini juga banyak digunakan untuk memberi nasihat, berisi berbagai ajaran untuk manusia agar mampu membawa diri agar dapat mengarungi kehidupan secara harmonis lahir dan batin.
Berikut ini merupakan salah satu contoh macapat Pucung beserta artinya yang diambil dari Serat Wedhatama karya Gusti Pangeran Adipati Arya Sri Mangkunegoro IV, Raja Surakarta.
Dalam tembang Pucung ini memuat berbagai pesan tentang pentingnya seseorang menuntut ilmu secara tuntas.
Ilmu tidak hanya dikuasai melalui hafalan semata, namun harus benar-benar dikuasai, dimengerti dan dijalankan dengan kesungguhan dalam kehidupan nyata.
Baca juga : Wedhatama, Ajaran Kebaikan dari Mangkunegoro IV
Pucung memberi pesan bahwa Ilmu yang baik tentu akan sangat berguna dan membawa manfaat untuk diri sendiri dan orang lain.
Ilmu bisa membawa perubahan yang lebih baik, dan bahkan ilmu yang didasari dengan budi pekerti yang luhur juga akan dapat mengalahkan berbagai sifat jahat di dunia ini.
Menurut Pucung, sifat-sifat jahat yang ada selama ini sesungguhnya bersarang dalam diri sendiri, berada dalam pribadi setiap manusia.
Apabila setiap pribadi dapat merefleksi diri, mengembangkan cinta kasih, menanamkan budi pekerti, maka ia akan menjadi sosok yang rendah hati, penyabar dan pemaaf.
Sikap-sikap pamer dan menyombongkan kemampuan yang tidak seberapa, meremehkan orang lain menjadi musuh utama dalam diri pribadi setiap orang.
Baca Juga : 11 Jenis Tembang Macapat, Contoh Lirik dan Artinya
Contoh tembang Pucung:
Ngelmu iku kalakone kanthi laku
(Ilmu itu hanya dapat diraih dengan cara dilakukan dalam perbuatan)
Lekase lawan kas
(Dimulai dengan kemauan)
Tegese kas nyantosani
(Artinya kemauan yang menguatkan)
Setya budaya pangekese dur angkara
(Ketulusan budi dan usaha adalah penakluk kejahatan)
—————-
Angkara gung neng angga anggung gumulung
(Kejahatan besar di dalam tubuh kuat menggelora)
Gegolonganira
(Menyatu dengan diri sendiri)
Triloka lekeri kongsi
(Menjangkau hingga tiga dunia)
Yen den umbar ambabar dadi rubeda.
(Jika dibiarkan akan berkembang menjadi bencana)
——————
Beda lamun kang wus sengsem reh ngasamun
(Tetapi berbeda dengan yang sudah suka menyepi)
Semune ngaksama
(Tampak sifat pemaaf)
Sasamane bangsa sisip
(Antar manusia yang penuh salah)
Sarwa sareh saking mardi martatama
(Selalu sabar dengan jalan mengutamakan sikap rendah hati)
——————-
Taman limut durgameng tyas kang weh limput
(Dalam kabut kegelapan, angkara dihati yang selalu menghalangi)
Karem ing karamat
(Larut dalam kesakralan hidup)
Karana karoban ing sih
(Karena temggelam dalam kasih sayang)
Sihing sukma ngrebda saardi pengira
(Kasih sayang sukma (sejati) tumbuh berkembang sebesar gunung)
——————-
Yeku patut tinulat tulat tinurut
(Sebenarnya itulah yang pantas dilihat, dicontoh dan patut diikuti)
Sapituduhira
(Sebagai nasehatku)
Aja kaya jaman mangkin
(Jangan seperti zaman nanti)
Keh pra mudha mundhi diri Rapal makna
(Banyak anak muda menyombongkan diri dengan hafalan arti)
——————-
Durung becus kesusu selak besus
(Belum mumpuni tergesa-gesa untuk berceramah)
Amaknani rapal
(Mengartikan hafalan)
Kaya sayid weton mesir
(Seperti sayid dari Mesir)
Pendhak pendhak angendhak Gunaning jalma
(Setiap saat meremehkan kemampuan orang lain)
Jenis tembangnya apa ya mas?
Terimakasih
Keren
i like mas
bagus