Keris, dari Mitos Menjadi Karya Seni

KERIS-DETIK3

SEBAGAI pusat budaya Jawa, Solo (Surakarta) sangat kaya dengan simbol-simbol kebudayaan. Salah satunya adalah keris. Dalam masyarakat Solo, keberadaan pusaka ini hampir selalu seiring dengan mitos-mitos ”isi” dan “kesaktian” yang melingkupinya. Tak bias dipungkiri memang bahwa keris selalu menyimpan rahasia. “Keris itu sinengker karana aris, artinya ada rahasia yang dipendam di dalamnya. Rahasianya tak lain … Baca Selengkapnya

Museum Danarhadi, Menjaga Batik Indonesia

Museum-Batik-Danarhadi

Museum Danarhadi didirikan oleh Santosa Doellah, pemilik perusahaan batik besar PT Danarhadi, bersama istrinya, Danarsih. Terletak di sisi Jalan Slamet Riyadi, Solo, Jawa Tengah. Museum yang dikenal dengan nama Dalem Wuryaningratan ini merupakan museum batik terlengkap di Indonesia. Betapa tidak. Di museum Danarhadi ini tersimpan lebih dari 10.000 lembar kain batik dengan masa pembuatan antara … Baca Selengkapnya

Kampung Batik Laweyan, Jejak Panjang Industri Batik Solo

kampung batik laweyan

Kampung Batik Laweyan terletak di sisi selatan Kota Solo, Jawa Tengah, berbatasan dengan Kabupaten Sukoharjo. Kampung ini istimewa bukan semata-mata karena merupakan kampung tua yang eksotis, tapi juga karena menyimpan jejak panjang industri batik di Solo. Pada awal abad ke-20, Kampung ini  pernah mengalami masa kejayaan sebagai kampung saudagar batik pribumi. Di kawasan Laweyan pula … Baca Selengkapnya

Alpha Fabela, Menggagas Laweyan Jadi Kampung wisata Batik

ALPHA-FABELA

Bernama lengkap Alpha Fabela Priyamono, pria kelahiran Yogyakarta 16 Februari 1960 ini sebenarnya tidak pernah bersentuhan dengan dunia batik. Ayahnya, Yatmono Hadiyahmanto, adalah seorang pegawai negeri, sedangkan ibunya, Soenarni, seorang penjahit pernik-pernik untuk kado. Sejak kecil Alpha Fabela sudah jatuh cinta dengan batik. Mulai menetap di kampung Laweyan sejak tahun 1985 karena cintanya pada batik … Baca Selengkapnya

Eksotisme Pembuatan Keris

KERIS-DETIK6

Malam larut. Iring-iringan 15 pria dengan kostum balutan kain putih itu terus berjalan membelah hutan jati. Tiga pria paling depan membawa kendi, dan beberapa lempengan besi berbalut kain mori. Sepuluh orang membawa obor di barisan belakang.

Seorang pria setengah baya menjadi cucuk lampah (pemimpin barisan) yang terus menerus melantunkan sekaran macapat (tembang Jawa). Suasana begitu hening, hanya terdengar suara langkah-langkah kaki dan lantunan tembang Jawa yang syahdu.

Dodot ira dodot ira/kumitir bedahing pinggir

dondomana jlumatana/kanggo seba mengko sore

mumpung padang rembulane/mumpung jembar kalangane

(Pengalan tembang jawa Ilir-ilir)

Baca Selengkapnya