Setelah melalui berbagai persiapan menjelang pernikahan seperti lamaran, tukar cincin, midodareni, siraman dan prosesi lainnya, langkah selanjutnya adalah penyelenggaraan acara inti dari upacara adat pengantin jawa. Acara ini terdiri dari upacara pernikahan, upacara panggih dan acara pengiring lainnya.
a. Upacara Pernikahan
Dikutip dari wikipedia.org, pernikahan berasal dari kata nikah, diambil dari akad nikah yang berarti perjanjian perkawinan. Perkawinan adalah upacara pengikatan janji yang dilaksanakan oleh dua orang dengan maksud meresmikan ikatan perkawinan secara norma agama, norma hukum, dan norma sosial. Umumnya perkawinan dijalani dengan maksud untuk membentuk keluarga.
Upacara pernikahan memiliki banyak ragam dan variasi menurut tradisi suku bangsa, agama, budaya, maupun kelas sosial. Penggunaan adat atau aturan tertentu kadang-kadang berkaitan dengan aturan atau hukum agama tertentu.
Dalam adat Jawa, cara pengesahan pernikahan pada umumnya akan mengikuti agama yang dianut oleh kedua mempelai. Setelah keduanya dinyatakan sah oleh agama dan hukum maka akan dilangsungkan prosesi selanjutnya berupa rangkaian upacara adat lainnya.
b. Upacara Panggih
Setelah upacara perjanjian pernikahan selesai, proses upacara adat pengantin Jawa dilanjutkan dengan upacara panggih, yaitu upacara mempertemukan pengantin di rumah mempelai wanita ataupun di tempat lain (misal sewa gedung).
Tidak ada aturan baku dalam penyelenggaraan upacara panggih, setiap daerah di Jawa biasanya memiliki ciri khas yang berbeda. Meski demikian ada beberpa hal yang hampir sama dalam rangkaian upacara panggih ini yakni :
Imbal Wicara,
yakni dialog/percakapan yang dilaksanakan pada saat serah terima kedua pengantin dari orang tua pengantin putri kepada orang tua pengantin putra. Pengantin putra datang dengan diapit oleh dua pemuda dan berada dibelakang wali yang melakukan pasrah, sedangkan pengantin putri berada di pelaminan diapit oleh dua patah. Setelah pidato pasrah-tampi selesai, pengantin putri berdiri menuju tempat panggih.
Liron kembar mayang
yaitu saling menukar kembang mayang. Ritual ini memiliki makna dan tujuan bersatunya cipta, rasa, dan karsa demi kebahagiaan dan keselamatan.
Gantal atau Balangan Suruh.
Ritual lempar sirih ini merupakan sebuah harapan semoga semua godaan hilang terkena lemparan itu. Para orang tua zaman dulu meyakini bahwa daun sirih mampu mengusir roh jahat.
Ritual Wiji Dadi,
merupakan prosesi dimana pengantin pria menginjak telur ayam hingga pecah kemudian dibersihkan atau dicuci kakinya oleh pengantin wanita. Prosesi ini sebagai simbol seksual kedua pengantin sudah pecah pamornya.
Sindur Binayang
yaitu sang ayah mempelai menyampirkan kain sindur ke pundak pengantin dan menuntun pasangan pengantin ke kursi pelaminan dengan iringan Gending Kodok Ngorek. Ayah berada paling depan sebagai perlambang sosok yang dicontoh (Ing Ngarso Sung Tuladha), kedua pengantin berada ditengah yang memiliki kehendak membangun rumah tangga (Ing Madyo Mangun Karso), dan ibu mempelai berada di belakang mengiringi pengantin sambil memegang pundak kedua pengantin (Tut Wuri Handayani).
Kain Sindur merupakan selendang berwarna merah-putih yang berarti persatuan dua unsur hati-pikiran, ayah-ibu, berani-suci dll. Dinamakan Sindur diambil dari kata Sin=isin Dur=mundur yang bermakna isin mundur (malu untuk mundur), Bahwa tujuan perkawinan harus terus maju dan berpikir kedepan untuk meneruskan kehidupan generasi yang lebih baik.
Setelah kedua mempelai diantar duduk di sasana rinengga atau pelaminan, acara dilanjutkan dengan :
Timbangan
Kedua pengantin duduk di pangkuan ayah pengantin wanita sebagai simbol sang ayah mengukur keseimbangan masing-masing pengantin.
Upacara Tanem
yaitu Bapak memberi sekelumit wejangan dihadapan pengantin sambil berdiri yang selanjutnya mendudukkan kedua pengantin di pelaminan dengan memegang pundak (bahu) mereka.
Kacar-kucur
Juga disebut dengan Tampa Kaya dijalankan dengan cara pengantin pria berdiri mengucurkan isi kantongan kepada pengantin putri yang telah siap untuk menerimanya dengan kain khusus hingga isi kantong habis. Kantong tersebut biasanya berisi uang receh,beras kuning beserta kelengkapannya, ini menjadi simbol bahwa kaum pria bertanggung jawab memberi nafkah kepada keluarga.
Dulangan
Kedua pengantin saling menyuapi. Mengandung kiasan laku perpaduan kasih pasangan laki-laki dan perempuan (simbol seksual). Ada juga yang memaknai lain, yaitu tutur adilinuwih (seribu nasihat yang adiluhung) dilambangkan dengan sembilan tumpeng.
Tukar Kalpika,
Saling memindahkan cincin dari jari manis kiri ke jari manis kanan yang mempunyai makna bahwamereka telah menjadi sepasang suami istri yang sah untuk mencapai hidup bahagia sepanjang hidup.
Upacara Babak Kawah,
Upacara ini khusus untuk keluarga yang baru pertama kali hajatan mantu putri sulung. Ditandai dengan membagi harta benda seperti uang receh, beras kuning, umbi-umbian dan lain-lain.
Tumplak Punjen,
Numplak artinya menumpahkan, punjen artinya berbeda beban di atas bahu. Makna dari Tumplek Punjen yaitu lepas sudah semua darma orangtua kepada anak. Tata cara ini dilaksanakan bagi orang yang tidak akan bermenantu lagi atau semua anaknya sudah menikah.
Sungkeman,
Prosesi sungkeman ini dilakukan oleh kedua mempelai kepada kedua orang tua secara bergantian. Hal ini dilakukan sebagai ungkapan bakti kepada orang tua serta mohon doa restu dalam membangun rumah tangga. Dalam melakukan ritual sungkem kedua mempelai akan lebih baik jika melepas alas kaki dan bagi pengantin pria tidak memakai keris.
Ganti Busono,
Ganti Busono merupakan prosesi saat pengantin berdua meninggalkan tempat duduknya untuk berganti busana. Adapun busana yang akan dikenakan adalah pakaian sikepan cekak/alit, yakni salah satu model pakaian pengantin yang biasa digunakan oleh para pangeran saat upacara2 kebesaran.