Raden Saleh, Perintis Seni Rupa Kontemporer Indonesia

Menelisik perkembangan seni rupa Indonesia tentu tidak bisa lepas dari sosok Raden Saleh. Sosok perintis seni rupa kontemporer Indonesia yang dilahirkan pada tahun 1811 lalu di Terboyo, Semarang, Jawa Tengah.

Jika dilihat dari karya-karyanya yang memiliki corak romantis-dramatis, pemilik nama lengkap Raden Saleh Syarif Bustaman ini sangat menguasai tentang gaya lukisan Reneisance Eropa.

Hal ini tidak terlepas dari kegemarannya menggambar sejak kecil saat bersekolah di sekolah rakyat (Volks-School).

Dalam melukis beliau banyak belajar pada AAJ Payen, seorang pelukis asal Belgia yang saat itu ditugaskan di Pusat Penelitian Pengetahuan dan Kesenian Pemerintah Hindia Belanda.

Dari sinilah ia mampu mendalami seni lukis Barat dan belajar teknik pembuatannya.

Pada tahun 1829 hijrah ke Belanda untuk belajar lebih mendalam tentang dunia lukis.

Hal ini tidak terlepas dari jasa guru lukisnya AAJ Payen yang telah merekomendasikan Raden Saleh kepada Gubernur Jendral G.A.G.Ph. van der Capellen untuk bisa diberangkatkan ke Belanda.

Misi utama Pemerintah Hindia Belanda saat itu mengirim Raden Saleh ke Negeri Kincir Angin adalah bertugas mengajari salah satu Inspektur Keuangan Belanda tentang adat-istiadat dan kebiasaan orang Jawa, Bahasa Jawa, dan Bahasa Melayu. Hal ini tertulis dalam surat seorang pejabat tinggi Belanda untuk Departemen van Kolonieen.

Lima tahun pertama tinggal di Belanda, Raden Saleh belajar banyak tentang lukisan potret pada seorang pelukis istana bernama Cornelis Kruseman.

Selain itu ia juga banyak belajar melukis tema-tema pemandangan alam alam pada pelukis  Andries Schelfhout. Kedua guru saat itu merupakan seniman populer di Belanda.

Raden-Saleh-Biografi
Raden Saleh

Selain belajar lukis di Belanda, Raden Saleh juga sempat belajar melukis di Dresden, Jerman selama lima tahun dan diteruskan ke Weimar, Jerman (1843).

Melihat kemampuan yang dimilikinya, pada tahun 1844 ia kembali ke Belanda dan diangkat menjadi pelukis istana kerajaan Belanda.

Ciri khas lukisan Raden Saleh

Lukisan Penangkapan Pangeran Diponegoro (1857) karya Raden Saleh
Lukisan Penangkapan Pangeran Diponegoro (1857) karya Raden Saleh

 

Dikutip dari wikipedia.org, Ciri romantisme muncul dalam lukisan-lukisannya yang mengandung paradoks.

Gambaran keagungan sekaligus kekejaman, cerminan harapan (religiusitas) sekaligus ketidakpastian takdir (dalam realitas).

Ekspresi yang dirintis pelukis Perancis Gerricault (1791-1824) dan Delacroix ini diungkapkan dalam suasana dramatis yang mencekam, lukisan kecoklatan yang membuang warna abu-abu, dan ketegangan kritis antara hidup dan mati.

Lukisan-lukisannya yang dengan jelas menampilkan ekspresi ini adalah bukti bahwa beliau merupakan seorang romantisis.

Baca juga: 20 Lukisan Raden Saleh: Romantisme di Atas Kanvas

Konon, melalui karyanya ia menyindir nafsu manusia yang terus mengusik makhluk lain.

Misalnya dengan berburu singa, rusa, banteng, dll.

Raden Saleh terkesan tak hanya menyerap pendidikan Barat tetapi juga mencernanya untuk menyikapi realitas.

Setelah menetap di Eropa selama 20 tahun, ia memutuskan untuk kembali ke Hindia Belanda bersama istrinya, wanita belanda yang kaya raya.  Pada tahun 1852 di Hindia Belanda, lalu bekerja sebagai konservator lukisan pemerintahan kolonial dan mengerjakan sejumlah portret untuk keluarga kerajaan Jawa.

Pada tahun 1867, Raden Saleh menikah dengan Raden Ayu Danudirja, gadis keturunan dari Kraton Yogyakarta.

Bersama istri keduanya ini ia kemudian pindah ke Bogor menyewa sebuah rumah dekat Kebun Raya Bogor.

Raden Saleh wafat pada hari Jum’at pagi tanggal 23 April 1880. Ia dikuburkan dua hari kemudian di Kampung Empang, Bogor.

Baca juga :

Tinggalkan komentar