Busana dan rias pengantin Solo Basahan merupakan salah satu pakaian dan tata rias pengantin adat Jawa yang cukup populer di Solo dan Jawa tengah pada umumnya.
Busana ini juga dikenal dengan sebutan dodot karena kedua mempelai mengenakan kain kemben panjang dan lebar bernama kain dodot/kampuh.
Penggunaan busana dan rias pengantin Solo Basahan ini bersumber dari tradisi Keraton.
Pada jaman dahulu pakaian ini hanya boleh dikenakan dilingkungan dan oleh kerabat keraton.
Namun seiring perkembangan zaman, busana dan rias pengantin Solo Basahan dapat dikenakan oleh masyarakat.
Hal ini hampir sama dengan berbagai motif batik yang dulunya sangat disakralkan kini dapat dipakai oleh masyarakat umum.
Busana dan rias pengantin Solo Basahan diciptakan bukan tanpa makna.
Busana dan tata rias ini memiliki arti filosofis sebagai simbol berserah diri kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Dari setiap elemen tata rias dan busana yang ada merupakan sebuah doa dan harapan pihak keluarga.
Dalam menjalani hidup semoga mampu membangun keluarga yang harmonis, bahagia, sejahtera, dan dapat hidup selaras dengan alam. Semua dengan berpegang teguh pada petunjuk Sang Maha Pencipta.
Merias pengantin Jawa khususnya Solo Basahan, menjadi satu hal yang penting untuk bisa menampilkan pamor kedua mempelai.
Rias wajah yang berhasil biasanya akan mampu memunculkan aura baru pada pengantin wanita sehingga bisa tampil ceria dan secantik bidadari.
Begitu pula dengan pengantin pria, dengan didukung busana seorang raja ia bisa tampil lebih gagah, elegan dan berwibawa.
Rias pengantin Solo Basahan
Sebagaimana dengan tata rias pengantin model lainnya, proses makeup biasanya akan banyak terfokus pada pengantin putri.
Untuk menghasilkan riasan yang optimal biasanya akan dilakukan semacam “diagnosa” wajah terlebih dahulu.
Ini untuk menyesuaikan kosmetik yang akan dipakai untuk rias wajah pengantin solo basahan.
Itu diperlukan karena setiap wajah memiliki karakteristik yang berbeda sehingga memerlukan penanganan yang berbeda pula.
Untuk Tata rias pengantin putri model Solo Basahan sendiri memiliki ciri khas yang unik.
Diantaranya pada paes berwarna hijau yang melambangkan agar pengantin putri dapat selalu berpikir positif.
Selain itu ada bentuk alis bercorak Menjangan Meranggah yang menyimbolkan semangat dan keceriaan .
Paes pada pengantin Solo Basahan terdiri dari empat bentuk.
Yakni satu Gajahan atau Panunggul terletak di tengah dahi yang memiliki maksut agar menjadi manusia yang berilmu. Kemudian Pangapit yang bermakna mampu membedakan baik dan buruk.
Panitis yang bermakna agar pengantin mampu memilih secara tepat.
Dan Godheg yang merupakan sebuah harapan agar mampu memberikan keturunan yang dapat melanjutkan ilmu dan kehidupan.
Adapun bahan yang digunakan untuk merias wajah pengantin pria maupun wanita adalah pelembab, alas bedak, bedak, sipat mata, dan pensil alis.
Selain itu ada pemerah pipi, pemerah bibir (lipgloss), Eye Shadow, Kapas, Tissue, Cottonbuds, pembersih dan penyegar, serta Hair spray.
Sedangkan peralatan yang digunakan diantaranya adalah Spon, powder puff, kuas bedak, kuas eye shadow, kuas lipstik dan Kuas pemerah pipi.
Untuk lebih baik juga digunakan Sikat alis, sikat bulu mata, bandana, Eyelash Curler, dan Pinset.
Busana dan rias pengantin Solo Basahan untuk mempelai Wanita :
Sanggul Solo Basahan
Selain penanganan rias wajah yang harus optimal, hal yang tidak kalah penting adalah penataan sanggul pada pengantin wanita gaya Solo Basahan. Hiasan sanggul ini memiliki banyak makna.
Penggunaan sanggul bentuk Bokor Mengkurep berarti pengantin wanita diharapkan dapat mandiri dan selalu nerima ing pandum. Artinya Si pemakai sanggul selalu bersyukur atas segala pemberian Tuhan).
Bentuk Sunggaran di samping kanan-kiri dekat telinga bermakna mau mendengarkan nasihat yang baik.
9 Cunduk Mentul motif alas-alasan diharapkan dapat menghadapi kehidupan secara bijaksana.
Hiasan Sempyok Garuda yang dipasang di belakang sanggul bermakna agar selalu waspada.
Hiasan cunduk jungkat dan centung bermakna kesucian wanita, dan sisir/keketan bermakna agar sebagai istri selalu setia pada suami.
Adapun peralatan dan bahan sanggul yang digunakan adalah Rajut berisi rajangan pandan halus.
Juga cemara pupuk dan lungsen palsu jika rambut pengantin wanita pendek.
Selain itu dibutuhkan harnal Penjepit, Sisir, minyak urang-aring, pomade, dan hairspray.
Untuk hiasan sangul juga menggunakan Roncean melati bulat kawungan dan roncean melati tiba dada wiji timun.
Makna dari roncean melati ini adalah bahwasanya seorang istri harus mampu menjaga keutuhan rumah tangga. Tentunya dengan berpegang teguh pada petunjuk Tuhan Yang Maha Esa.
Untuk menyempurnakan penampilan, pengantin wanita juga diberi berbagai perhiasan seperti suweng/giwang krumpul, kalung, sepasang gelang tretes, cincin dan bros.
Perhiasan ini selain melambangkan kekayaan maupun kejayaan dalam berumah tangga, menjadi seorang istri juga harus selalu menjaga kewaspadaan.
Tetap menjaga kesucian hati dan fikiran, menjaga penglihatan, pendengaran, dan ucapannya karena seorang ibu akan menjadi panutan utama bagi anak-anaknya.
Dodotan Pengantin Wanita
Dodotan adalah kain beserta perlengkapannya yang dikenakan pada pengantin Solo Basahan.
Adapun dodotan ini terdiri dari kain kampuh dodot warna hijau yang dipadu prada warna emas bermotif alas-alasan beserta motif blumbangan, kemudian ada Stagen,
Udet Cinde sepanjang 2,5 meter motif cakar sebagai ikat pinggang, januran dan Buntal Udan emas.
Motif batik alas-alasan pada kampuh dodot ini memiliki ukuran panjang sekitar 4,5 meter, memiliki makna hayati yakni menyatunya jiwa raga dengan alam, selain itu juga bermakna kemakmuran serta kewibawaan.
Secara lebih rinci, motif alas-alasan ini terbentuk dari berbagai ragam hias stilasi flora fauna seperti garuda, kura-kura, ular, burung, gunung, gajah dan lain sebagainya yang menggambarkan keselarasan alam.
Dalam memakai kampuh dodot ini, ada bagian-bagian tertentu yang memang memiliki makna tersendiri, misalnya bentuk kunco di sisi samping memiliki makna kejujuran, keterbukaan atau tidak menyembunyikan sesuatu.
Sedangkan bentuk Songgo Pocong/Bocong yang terletak di bagian pinggang belakang pengantin wanita memiliki makna agar keluarga selalu berhati-hati dalam mengelola rejeki atau mampu berhemat.
Motif blumbangan (*blumbang adalah tempat/sumber air) pada kampuh dodot bermakna sumber kehidupan.
Januran berasal dari kata janur (Sejane Nur) yang bermakna petunjuk/cahaya Tuhan, dan udet cinde motif cakar bermakna kemandirian dalam mencari rejeki.
Sedangkan buntal Udan Emas adalah roncean berbagai daun dan bunga, terdiri dari daun krokot bermakna kuat dalam hati, pupus pisang bermakna cinta sejati, daun beringin bermakna pengayom/pelindung.
Daun bayem atau bayam bermakna ayem/damai, daun pandan berarti sepadan, bunga ningkir (wening ing pikir) bermakna bening di pikiran, dan bunga kantil yang bermakna kesetiaan (tansah kumanthil).
Busana dan aksesoris pengantin Solo Basahan untuk mempelai Pria :
Untuk busana dan rias pengantin Solo Basahan, pengantin Pria pengerjaannya memang lebih sederhana jika dibanding dengan busana dan tata rias pengantin wanita.
Meski demikian semua elemen juga harus selaras dengan apa yang dikenakan oleh pengantin wanita.
Untuk busana pengantin pria terdiri dari celana panjang berbahan kain cinde.
Corak dan warna kampuh dodot yang dipakai pengantin pria sama dengan yang dipakai wanita, perbedaanya hanya cara memakainya.
Pengantin pria juga mengenakan roncean Buntal Udan Emas sepanjang sekitar 120 cm.
Untuk memperkuat kampuh dodot, pengantin pria mengenakan ukup dan epek timang sebagai ikat pinggang dan tempat menyelipkan keris.
Untuk aksesoris pengantin pria Solo Basahan juga cukup sederhana.
Rias wajah tidak dipaes, menggunakan kuncup melati untuk sumping di telinga dan bagian rambut ditutup dengan Kuluk Mathak.
Ada banyak warna kuluk yang bisa dipakai, jaman dahulu warna Kuluk mencerminkan pemakainya, misalnya warna biru muda keputihan di gunakan oleh Raja, warna biru muda dipakai oleh Pangeran Adipati, warna biru tua dipakai sentana dalem dan warna hitam untuk busana kanigaran raja.
Untuk aksesoris hiasan, pengantin pria memakai Kalung karset dan singgetan serta sebilah keris dengan warangka ladrang.
Bagi orang Jawa keris merupakan symbol kejantanan, sehingga pada jaman dahulu jika karena suatu sebab pengantin pria berhalangan hadir dalam upacara pengantin, maka ia bisa diwakili oleh sebilah kerisnya.
Sebagai pelengkap busana dan rias pengantin Solo Basahan, mempelai pria dan wanita menggunakan alas kaki berupa selop dengan warna yang telah disesuaikan dengan warna dodot yang dikenakan.
Baca juga : Busana dan Rias Pengantin Jawa Solo Putri